Cari Blog Ini

Kamis, 19 Maret 2015

book review novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis

Kelangkaan Beras Pasca Kemerdekaan
Dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis
 oleh Syafrida

            Novel Jalan Tak Ada Ujung merupakan salah satu karya Mochtar Lubis yang diterbitkan pertama kali oleh Dunia Pustaka Jaya pada tahun 1952. Novel ini ditulis dengan latar belakang perjuangan revolusi Indonesia. Kejadian dalam novel ini terjadi pada pasca kemerdekaan yang diproklamasikan oleh soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah kemerdekaan diproklamasikan tetap saja Indonesia mengalami kekacauan karena kedatangan NICA. Pada saat itu masih sering ada pertempuran antara serdadu Belanda dengan rakyat. Dengan liciknya belanda pada saat itu menutup akses impor ekspor di indonesia sehingga pada saat itu diceritakan dalam novel Jalan Tak Ada Ujung masyarakat mengalami keadaaan ekonomi yang tidak lancar apalagi kebutuhan sehari-harinya khususnya kebutuhan pokok sulit untuk terpenuhi dan mengalami kenaikan harga yang tinggi, seperti halnya beras sebagai bahan makanan pokok penduduk Indonesia yang susah di dapat, sehingga harganya pun menjadi lebih mahal dari biasanya. Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung menggambarkan susahnya kebutuhan pokok yang didapatkan akibatnya harga kebutuhan pokok naik dan tokoh yang ada di dalam novel tersebut terkejut mendengar harga beras naik sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Kasih saya beras dua liter,” katanya pada anak Baba Tan yang menjaga warung. Anak itu membungkus beras dua liter dan diletakkannya di atas meja di depan perempuan itu.
“Enam rupiah!”
“Ah, naik lagi. Kemaren dulu juga seringgit,” bantah perempuan itu.
“Beras susah masuk sekarang,” anak itu membela harganya.
(Mochtar Lubis, 2010: 5)

Kelangkaan barang dalam suatu wilayah menyebabkan harga yang tak terkendali. Akibatnya penduduk kecil tidak mampu membeli beras untuk sekedar mengisi perutnya. Mereka mengharapkan hutangan beras agar dapat makan barang satu hari saja. Seperti dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, seorang perempuan menggendong anak kecil yang berenti di depan warung Baba Tan yang menginginkan beras saat itu.

“Saya ngutang saja,” sahut perempuan itu, dan tangannya menjangkau bungkusan beras.
“Tidak boleh bon lagi sekarang,” kata Baba Tan dari pintu warung. Dia telah lama berdiri di sana mendengarkan.
“Tapi saya langganan lama.”
“Ya, tapi sekarang semua susah, saya juga banyak yang susah,” kata Baba Tan. “Tidak bisa kasih utang. Tidak bisa.”
Perempuan itu menarik tangannya kembali dari bungkusan besar dan berdiri diam. Ke mana aku harus pinjam uang, pikirnya.
(Mochtar Lubis, 2010 : 5)

Hal ini lebih dikuatkan oleh pernyataan dalam novel Jalan Tak Ada Ujung seorang saudagar beras yaitu Tuan Hamidy yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan beras. Bahkan satu karung beras pun tidak sampai padanya.

“Selamat pagi, Tuan Hamidy,” katanya membalas tersenyum ramah, dan dia berhenti, “bagaimana beras dari Karawang?” tanyanya. Ke dalam kepala Guru Isa masuk suatu pikiran.
“Minggu ini tidak sekarung yang bisa masuk. Semuanya ditahan oleh anak-anak di cikarang”
(Mochtar Lubis, 2010: 66)

            Keadaan ekonomi di indonesia semakin terpuruk pasca kemerdekaan, hal ini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat yang sulit didapatkan. Pada saat itu  di dalam novel Jalan Tak Ada Ujung guru Isa yang pegawai negeri juga susah mendapatkan kebutuhan pokok karena kurangnya penghasilan yang dia dapatkan. Penghasilannya tidak sesuai dengan harga beras dan kebutuhan pokok yang naik pada saat itu.
“Kalau hari ini engkau tidak dapat uang, aku tidak tahu lagi kemana harus menghutang beras,” kata Fatimah padanya, menuangkan kopi untuknya. “Gula pun telah habis. Kepada Bibi Tatang aku telah menghutang beras lima liter. Belum juga aku ganti sudah seminggu. Sedang aku berjanji mengembalikannya dalam dua hari. Mambon di warung susah benar sekarang. Hutang pada tukang sayur telah lama aku tidak bayar.”
(Mochtar Lubis, 2010: 65)

Defisitnya perekonomian Indonesia saat itu pasca kemerdekaan sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Mereka hidup seadanya dengan serba kekurangan khususnya kekurangan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan pokoknya yaitu beras, seperti yang digambarkan dalam novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar