Cari Blog Ini

Rabu, 18 Maret 2015

estetika karya sastra lama dan modern

ESAI
ESTETIKA KARYA SASTRA INDONESIA LAMA DENGAN KARYA SASTRA INDONESIA MODERN
Oleh: Syafrida
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Sehingga karya sastra pun berkembang pula, berawal dari karya sastra indonesia lama dan muncul adanya karya sastra modern yang berkembang hingga saat ini.  Keduanya masing-masing mempunyai nilai estetika yang menjadi khas dari gaya pengucapan maupun gaya penyampaiannya sesuai pada karya sastra tersebut.
Sastra lama masuk ke indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam pada abad ke-13, Sastra lama adalah sastra yang berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan.  Sastra  pada masa lalu menjadi hiburan utama yang sangat digemari oleh masyarakat. Pada saat itu, sastra digunakan untuk berbagai keperluan, baik itu pendidikan, penulisan sejarah, maupun penyebaran ajaran. Karya sastra lama mempunyai ciri khas di antaranya karya sastra lama bersifat anonim (tidak ada pengarangnya) karena pada zaman ini karya sastra lama cara penyampaiannya secara lisan dari mulut ke mulut masyarakat. Selain itu karya sastra lama bersifat istana sentris, maksud istana sentris di sini masih terikat pada kehidupan istana kerajaan, karangan berbentuk masih tradisional seperti prosa lama yakni hikayat, dongeng, mitos, fabel, dan legenda. Proses perkembangannya masih statis sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat sehingga karangan ini jika dibandingkan dengan karya sastra modern sudah tertinggal dan gaya pengucapannya menggunakan bahasa klise yang mempunyai nilai estetika yang indah dan masih terikat walaupun bahasa tersebut sulit dimengerti justru inilah yang menjadi ciri khas nilai estetika bahasa dalam karya sastra lama seperti puisi lama di antaranya mantra, syair, karmina, pantun, talibun dan gurindam.
Karya sastra lama dalam puisi lama puisi yang terbentuk awal mungkin adalah mantra yang hanya digunakan pada ritual tertentu atau keperluan lain yang bersifat mistis. Mantra mempunyai nilai estetika dalam gaya pengucapan karena mantra lebih menekankan penekanan bunyi yang berulang-ulang, mirip dengan fungsi asonansi dan rima. Mantra tak memedulikan makna atau isi yang dikandungnya karena diyakini pengulangan bunyi tertentu menciptakan sugesti yang berpengaruh secara psikologis.
Nilai estetika pada karya sastra lama seperti puisi lama selain mantra, yang mempunyai estetika dalam pengucapan pula yakni syair, harus berima sama yaitu a-a-a-a. Sedangkan pantun gaya pengucapan estetikanya menggunakan rima a-b-a-b, setiap bait terdiri atas sampiran dan isi, dan setiap lariknya terdiri atas 8-12 suku kata.  Karmina, Pantun kilat terdiri atas 2 baris/ Pantun dua seuntai (pantun kilat) baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi berupa sindiran dengan rima a-a. Talibun pantun yang terdiri dari 4 baris (selalu genap), bentuk puisi lama dalam kesusastraan Indonesia (Melayu) yang jumlah barisnya lebih dari empat, biasanya sampai 16-20,  serta punya persamaan bunyi pada akhir baris (ada juga yang seperti pantun dengan jumlah baris genap seperti 6, 8, 12), Talibun sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. Gurindam jumlah baris pada setiap baitnya hanya memiliki dua baris.
Hal-hal inilah yang menjadikan karya sastra lama dalam puisi lama yang menarik dan memiliki estetika pada strukturnya.
            Sastra mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan kebudayaan manusia. Sejak manusia menemukan bahasa, mereka terus menggembangkan kemampuan berbahasanya hingga menciptakan sastra yang lebih dapat mengekspresikan perasaan manusia maka kemajuan ini karya sastra mulai berkembang menjadi modern.
Sastra baru adalah karya sastra yang telah dipengaruhi oleh karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi.  Yang termasuk salah satu karya sastra modern adalah Puisi modern memiliki estetika pada bahasanya yang bebas dan puitis, karena banyak menggunakan berbagai majas, serta pada strukturnya yang bebas pula, karena puisi tidak terikat dengan aturan yang berarti. Penyusunan larik demi larik seolah acak. Seperti halnya puisi Sutardji membuat sebuah puisi secara tidak berstruktur, dan puisi tersebut dikenal dengan puisi Mbeling. Begitu pula dengan puisi Sutan Takdir Alisjahbana (STA) pada karya puisinya yang berjudul Nikmat Hidup yang dimuat dalam Kumpulan Puisi Tebaran Mega. Pada karya puisi Nikmat Hidup, STA menuliskan bait puisinya sebanyak empat bait. Pada bait pertama berisi empat larik, pada bait kedua berisi empat larik, pada bait ketiga berisi tiga larik, dan pada bait keempat berisi tiga larik. Hal ini merupakan salah satu dari estetika pada sebuah puisi dan menandakan bahwa karya sastra Indonesia baru atau modern terpaut dengan kebebasan teknik penulisannya.
Estetika pada puisi tidak hanya itu saja, melainkan estetika pada puisi dapat lebih terlihat jika dibacakan dengan baik dengan intonasi dan artikulasi yang baik, dengan irama yang turun naik, keras lembut, dan panjang pendek, serta dengan mimik yang baik pula yang sesuai dengan puisi yang dibacakan. Selain itu puisi dibuat berdasarkan dunia nyata. Hal inilah yang dapat menambah nilai estetika pada sebuah puisi.
Dengan bahasa yang puitis yang digunakan pada puisi, telah membawa keindahan bagi pembaca dan pendengarnya. Dengan bahasa yang begitu puitis, puisi dapat membawa pembaca dan pendengar ke dalam dunia khayal. Selain bahasa yang puitis dan bermajas, puisi juga menampilkan bahasa-bahasa yang segar, sehingga puisi menjadi semakin indah.
Selain itu, puisi juga dapat dibuat menjadi sebuah lagu, salah satu puisi yang dibuat menjadi sebuah lagu ialah puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono. Dan hal inilah yang juga menjadi estetika pada sebuah karya puisi karena dengan puisi dimusikalisasikan dapat lebih terasa keindahan makna yang ada pada sebuah puisi.

 Bila dulu puisi begitu terikat dengan bentuk, sekarang ini puisi telah menemukan kebebasannya dan tak memiliki aturan yang terlalu baku. Beberapa puisi, bahkan ada yang memakai bentuk prosa, seperti yang di tunjukkan dalam sajak karya Sapardi Djoko Damono dan Yudhistira ANM massardi, ini termasuk juga salah satu estetika karya sastra modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar