ESAI
ESTETIKA
KARYA SASTRA INDONESIA LAMA DENGAN KARYA SASTRA INDONESIA MODERN
Oleh:
Syafrida
Di dalam
sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia
yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang sangat kecil
telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Sehingga karya sastra pun berkembang pula, berawal dari karya
sastra indonesia lama dan muncul adanya karya sastra modern yang berkembang
hingga saat ini. Keduanya masing-masing
mempunyai nilai estetika yang menjadi khas dari gaya pengucapan maupun gaya
penyampaiannya sesuai pada karya sastra tersebut.
Sastra lama masuk ke indonesia bersamaan dengan
masuknya agama islam pada abad ke-13, Sastra
lama adalah sastra yang berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari
suatu ujaran atau ucapan. Sastra pada masa lalu menjadi hiburan utama yang
sangat digemari oleh masyarakat. Pada saat itu, sastra digunakan untuk berbagai
keperluan, baik itu pendidikan, penulisan sejarah, maupun penyebaran ajaran.
Karya sastra lama mempunyai ciri khas di antaranya karya sastra lama bersifat anonim (tidak ada pengarangnya) karena
pada zaman ini karya sastra lama cara penyampaiannya secara lisan dari mulut ke
mulut masyarakat. Selain itu karya sastra lama bersifat istana sentris, maksud
istana sentris di sini masih terikat pada kehidupan istana kerajaan, karangan
berbentuk masih tradisional seperti prosa lama yakni hikayat, dongeng, mitos,
fabel, dan legenda. Proses perkembangannya masih statis sesuai dengan keadaan masyarakat
lama yang mengalami perubahan secara lambat sehingga karangan ini jika dibandingkan dengan karya
sastra modern sudah tertinggal dan gaya pengucapannya menggunakan bahasa klise
yang mempunyai nilai estetika yang indah dan masih terikat walaupun bahasa
tersebut sulit dimengerti justru inilah yang menjadi ciri khas nilai estetika
bahasa dalam karya sastra lama seperti puisi lama di antaranya mantra, syair,
karmina, pantun, talibun dan gurindam.
Karya sastra lama dalam puisi lama puisi yang terbentuk
awal mungkin adalah mantra yang hanya digunakan pada ritual tertentu atau
keperluan lain yang bersifat mistis. Mantra mempunyai nilai estetika dalam gaya
pengucapan karena mantra lebih menekankan penekanan bunyi yang berulang-ulang,
mirip dengan fungsi asonansi dan rima. Mantra tak memedulikan makna atau isi
yang dikandungnya karena diyakini pengulangan bunyi tertentu menciptakan
sugesti yang berpengaruh secara psikologis.
Nilai estetika pada karya sastra lama seperti puisi lama
selain mantra, yang mempunyai estetika dalam pengucapan pula yakni syair, harus
berima sama yaitu a-a-a-a. Sedangkan pantun gaya pengucapan estetikanya
menggunakan rima a-b-a-b, setiap bait terdiri
atas sampiran dan isi, dan setiap lariknya terdiri atas 8-12 suku kata. Karmina, Pantun kilat terdiri atas 2 baris/ Pantun dua seuntai
(pantun kilat) baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi
berupa sindiran dengan rima a-a. Talibun pantun yang terdiri dari 4 baris
(selalu genap), bentuk
puisi lama dalam kesusastraan Indonesia (Melayu) yang jumlah barisnya lebih
dari empat, biasanya sampai 16-20, serta punya persamaan bunyi pada
akhir baris (ada juga yang seperti pantun dengan jumlah baris genap seperti 6,
8, 12), Talibun sejenis puisi lama seperti
pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai
dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. Gurindam
jumlah baris pada setiap baitnya hanya memiliki dua baris.
Hal-hal
inilah yang menjadikan karya sastra lama
dalam puisi lama yang menarik dan memiliki
estetika pada strukturnya.
Sastra mengalami perkembangan
seiring dengan kemajuan kebudayaan manusia. Sejak manusia menemukan bahasa,
mereka terus menggembangkan kemampuan berbahasanya hingga menciptakan sastra
yang lebih dapat mengekspresikan perasaan manusia maka kemajuan ini karya
sastra mulai berkembang menjadi modern.
Sastra baru adalah karya sastra yang telah dipengaruhi oleh
karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi. Yang termasuk salah satu karya sastra modern
adalah Puisi modern memiliki estetika pada bahasanya yang
bebas dan puitis, karena banyak menggunakan berbagai majas, serta pada
strukturnya yang bebas pula, karena puisi tidak terikat dengan aturan yang
berarti. Penyusunan larik demi larik seolah acak. Seperti halnya puisi Sutardji membuat sebuah puisi
secara tidak berstruktur, dan puisi tersebut dikenal dengan puisi Mbeling.
Begitu pula dengan puisi Sutan Takdir Alisjahbana (STA) pada karya puisinya
yang berjudul Nikmat Hidup yang dimuat dalam Kumpulan Puisi Tebaran Mega. Pada
karya puisi Nikmat Hidup, STA menuliskan bait puisinya sebanyak empat bait.
Pada bait pertama berisi empat larik, pada bait kedua berisi empat larik, pada
bait ketiga berisi tiga larik, dan pada bait keempat berisi tiga larik. Hal ini
merupakan salah satu dari estetika pada sebuah puisi dan menandakan bahwa karya
sastra Indonesia baru atau modern terpaut dengan kebebasan teknik penulisannya.
Estetika pada
puisi tidak hanya itu saja, melainkan estetika pada puisi dapat lebih terlihat
jika dibacakan dengan baik dengan intonasi dan artikulasi yang baik, dengan
irama yang turun naik, keras lembut, dan panjang pendek, serta dengan mimik
yang baik pula yang sesuai dengan puisi yang dibacakan. Selain itu puisi dibuat
berdasarkan dunia nyata. Hal inilah yang dapat menambah nilai estetika pada
sebuah puisi.
Dengan bahasa
yang puitis yang digunakan pada puisi, telah membawa keindahan bagi pembaca dan
pendengarnya. Dengan bahasa yang begitu puitis, puisi dapat membawa pembaca dan
pendengar ke dalam dunia khayal. Selain bahasa yang puitis dan bermajas, puisi
juga menampilkan bahasa-bahasa yang segar, sehingga puisi menjadi semakin
indah.
Selain itu,
puisi juga dapat dibuat menjadi sebuah lagu, salah satu puisi yang dibuat
menjadi sebuah lagu ialah puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono. Dan hal
inilah yang juga menjadi estetika pada sebuah karya puisi karena dengan puisi
dimusikalisasikan dapat lebih terasa keindahan makna yang ada pada sebuah
puisi.
Bila dulu puisi begitu terikat dengan bentuk,
sekarang ini puisi telah menemukan kebebasannya dan tak memiliki aturan yang
terlalu baku. Beberapa puisi, bahkan ada yang memakai bentuk prosa, seperti
yang di tunjukkan dalam sajak karya Sapardi Djoko Damono dan Yudhistira ANM
massardi, ini termasuk juga salah satu estetika karya sastra modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar