Kajian
perkawinan paksa Karena Perbedaan Status Sosial
Dalam
Novel Indonesia dengan Cerita Rakyat Jambi
Oleh
: Syafrida
Pengenalan
Dalam sastra bandingan
umumnya berbicara mengenai relasi di antara dua buah karya sastra yang berbeda
budaya tetapi memiliki kesejajaran baik dari segi bentuk maupun isi.
Pembahasan ini menyorot
mengenai perkawinan paksa yang dikarenakan status sosial yang berbeda diantara
pasangan yaitu “Mariamin dan Aminuddin” dalam novel indonesia azab dan sengsara
karya Merari Siregar yang menyorot cinta tak sampai pada cerita ini yang
dipermasalahkan mengenai harkat martabat keluarga (medan, sipirok), Dalam novel
azab dan sengsara karya merari siregar berlatar sosial-budaya batak angkola.
Novel yang dituliskan oleh merari siregar ini mengemukakan fakta-fakta tentang
sistem perkawinan dengan cara paksa yang membedakan status sosial, peranan dan
kedudukan marga, pengaturan harta warisan, adat istiadat dan tradisi-tradisi
lainnya yang terdapat dalam daerah sipirok, kabupaten tapanuli selatan tempat
penulis (merari siregar) dilahirkan.
Sedangkan dalam cerita
rakyat jambi “putri rainun dan rajo mudo” perkawinan paksa mengenai seorang
bangsawan dengan rakyat biasa yang pada zaman dahulu tidak diperbolehkan
menikah, di jambi pada saat itu masih memberlakukan sistem perjodohan. cerita
rakyat putri rainun dan rajo mudo dari jambi adalah cerita pada masa lampau
yang menjadi ciri khas setiap daerah yang memiliki kultur budaya yang beraneka
ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing daerah.
Perbandingan
Didalam pembahasan ini
menyorot tentang perkawinan paksa dikarenakan perbedaan status sosial, sebelum
mengkaji novel indonesia azab dan sengsara karya merari siregar dengan cerita
rakyat jambi putri rainun dan rajo mudo, akan dijelaskan terlebih dahulu
tentang pengertian masalah yang paling disorot dalam perbandingan ini yaitu
“status sosial”.
Setiap individu dalam
masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status sosial sering pula
disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok
masyarakatnya. Jadi, dapat disimpulkan Status sosial itu Sebuah posisi dalam
hubungan sosial, karakteristik yang menempatkan individu dalam hubungannya
dengan orang lain dan seberapa besar peran individu tersebut dalam masyarakat
itu sendiri.
Status sosial dapat
terbentuk melalui beberapa hal diantaranya melalui peran individu tersebut,
kekayaan, kekuasaan dan lain- lain. Status sosial akan terbentuk seiring dengan
berjalannya waktu, dan hal itu akan dibarengi dengan perubahan kondisi sosial
dalam masyarakat tersebut.
Disini perbedaan status
sosial dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar penyebabnya kisah
cinta mereka “aminuddin dan mariamin” tak sampai karena harkat martabat
keluarga yaitu dari keluarga aminuddin terpandang harkatnya tinggi sebagai
orang yang berada pada daerah sipirok (medan) sedangkan keluarga mariamin
harkatnya dipandang rendah karena keluarga yang dulunya kaya akan tetapi jatuh
miskin akibat kelakuan dari ayah mariamin yang suka berjudi sewaktu masih hidup
(sultan baringin).
Kemudian pada cerita
rakyat ada pula tentang kisah percintaan tak sampai akibat perbedaan status
sosial yaitu cerita rakyat dari jambi yang berjudul putri rainun dan raja mudo,
mereka berdua (rajo mudo dan putri rainun) saling mencintai akan tetapi status
sosial menjadi penghalang hubungan mereka yaitu putri rainun keturunan
bangsawan sedangkan rajo mudo dari kalangan rakyat biasa. Menurut adat
pernikahan jambi dalam cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo di jambi
Masyarakat jambi yang mengambil garis keturunan Matrilineal. Matrilineal adalah
mengambil garis keturunan perempuan/ibu/istri. Oleh karena itu, dalam legenda
Putri Rainun dan Rajo Mudo, terdapat perbedaan status sosial antara kaum
bangsawan dan rakyat biasa. Akan tetapi, karena mangambil garis keturunan
secara Matrilineal (pihak Putri Rainun), sebenarnya yang lebih diutamakan
adalah menikah dengan sesama kaum bangsawan agar tetap terjaga dan tetap ada
jarak antara kaum bangsawan dan rakyat biasa. lain halnya dengan cerita dari
novel azab dan sengsara karya merari siregar yang adat perkawinan di daerah
sipirok menggunakan struktur kekeluargaan patrilineal sehingga dalam
hubungannya dengan perkawinan bersifat patrilokal (di tentukan menurut garis
ayah) Artinya
marga pihak laki-laki yang sudah berkeluarga akan diturunkan kepada anak, baik
laki-laki (banyo) maupun anak perempuan (boru) ,dan pasangan
yang baru kawin bertempat tinggal di rumah pihak mempelai laki-laki. Yang
secara sistem pembagian warisannya di daerah sipirok dalam novel azab dan
sengsara, warisan diturunkan kepada anak laki-laki yang lahir dari perkawinan.
Baginda
diatas (ayah aminuddin) dapat dikatakan seorang yang kaya di sipirok.
Harta-hartanya amat banyak. Adapun kekayaan diperoleh dari peninggala orang
tuanya. (hal.25)
Akan tetapi, Cerita
legenda rakyat Jambi “Putri Rainun dan Rajo Mudo” menunjukkan bahwa pada cerita
tersebut tidak dipermasalahkan harus dari keturunan bangsawan lah yang boleh
melamar putri seorang keturunan bangsawan. Asalkan kaya, pandai, dan cerdas,
seorang pemuda tersebut dapat menikah dengan wanita keturunan bangsawan. Rakyat
biasa tidak dapat menikah dengan bangsawan, asalkan rakyat biasa tersebut bisa
berusaha untuk menjadi orang kaya, pandai dan cerdas walaupun tidak ada
keturunan bangsawan. Seperti dalam cerita rakyat ini pada rajo mudo adalah
sosok pria yang cerdas dan mau merantau untuk mengubah nasib. Lalu pada akhir
ceritanya rajo mudo menikah dengan putri
rainun walaupun pada saat ia pulang merantau mendengar berita yang tidak ia
inginkan mengenai pernikahan antara putri rainun dan biji kayo, akan tetapi cinta tidak bisa
dipaksakan. Pada akhirnya ibu dari putri rainun tidak dapat menghalangi cinta
mereka walaupun status sosial mereka berbeda.
Cerita rakyat jambi ini
berakhir bahagia, walaupun pada awalnya cinta mereka terhalangi oleh status
sosial akan tetapi berbeda halnya dengan cerita novel azab dan sengsara yang
berakhir tragis akibat cinta mereka berdua (mariamin dan aminuddin) tidak dapat
dipersatukan akibat perjodohan.
Cerita rakyat putri
rainun dan rajo mudo dalam strata
sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang
jelas tentang sistem pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang
bahkan tidak pernah terdengar istilah-istilah atau gelar-gelar tertentu untuk
menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal
sebutan-sebutan yang "kabur" untuk menunjukkan status seseorang,
seperti orang pintar, orang kaya, orang kampung dsb.
Sedangkan, dalam novel azab dan sengsara dalam strata sosial masyarakat sipirok
tapanuli selatan, marga adalah unsur penting dalam mengatur dan menjalankan
adat-istiadat, khususnya dalam perkawinan.
Adapun
masing-masing orang batak mempunyai suku (marga). Seorang anak yang baru lahir
beroleh marga bapaknya. Marga itu ada bermacam-macam, misalnya luhan sipirok,
siregar dan harahap yang terbanyak, marga-marga lain ada umpamanya: pane,
pohan, sibuan (hisbuan) dan lain-lain (hal.125)
Oleh karena marga sangat
penting dan kedudukannya dalam masyarakat batak angkola, maka untuk mencari
calon istri atau calon suami harus ditanyakan terlebih dulu apa marganya, boru
apa dia. Karena perkawinan semarga dianggap melanggar adat.
Jadi dalam hal ini dalam cerita
rakyat putri rainun dan rajo mudo yang awalnya cinta mereka tak sampai akan
tetapi pada akhirnya sampai karena menurut adat jambi, masyarakat jambi tidak
terlalu mempunyai konsepsi yang jelas tentang sistem pelapisan sosial, dia pun
memandang derajat orang yang pandai walaupun orang tersebut bukan keturunan
bangsawan, dan rajo mudo ini pada cerita rakyat jambi dipandang orang yang
pandai dan bijaksana, makanya pada akhir cerita tersebut putri rainun
diperbolehkan untuk menikah.
Sedangkan dalam novel azab dan
sengsara dalam adat batak angkola sangat memandang kedudukan marga, yang pada
dasarnya dalam cerita ini lebih menekankan ke strata sosial keluarga orang kaya
harus di jodohkan dengan yang sederajat (aminuddin di jodohkan dengan wanita
lain yang lebih terpandang keluarganya dibandingkan keluarga dari mariamin).
Dalam novel azab dan sengsara karya
merari siregar dalam menjalankan adat istiadat kedudukan marga sebagai unsur
yang amat penting khususnya dalam perkawinan.
Perkawinan secara paksa yang terjadi
pada tokoh aminuddin dan mariamin, bukan karena se-marga tidak dibenarkan,
hubungan yang telah dibina antara aminuddin dan mariamin dibolehkan dalam adat
istiadat masyarakat batak angkola, akan tetapi pandangan orang tua yang
mempertahankan sistem perkawinan paksa yang masih memandang perbedaan status
sosial.
Dalam masyarakat batak angola, baik
pemuda maupun pemudi tidak berhak mencari siapa yang menjadi pendamping
hidupnya, dan tidak berhak pula menentukan siapa pasangan hidupnya. Orang yang
berhak dalam menentukan siapa yang menjadi pasangan hidupnya adalah orang
tua. Hal ini dialami oleh aminuddin
sebagai tokoh utama dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar, tidak
dapat menentukan pilihannya namun harus menuruti kehendak orang tua.
Perasaannya terpaksa dijodohkan dengan orang yang tidak dicintainya.
Kutipan yang berkaitan dengan novel
azab dan sengsara :
Oleh sebab
itu haruslah anak itu menurut kehendak orang tuanya kalau ia hendak selamat di
dunia. Itupun harapan Bapak dan Ibumu serta sekalian kaum-kaum kita anakku akan
menurut permintaan kami itu, yakni anak anda terimalah menantu ayahanda yang
kubawa ini? Meskipun aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada
akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang tua semua. (hal.36)
Sistem perkawinan yang ditentukan
oleh orang tua tokoh yang membuat cinta tak sampai antara aminuddin dan
mariamin karena perkawinan yang masih menggunakan sistem perjodohan didaerah
tersebut, akan tetapi bukan karena adat istiadat yang menghalangi seperti
aturan marga yang tak boleh menikah yang sama marganya antara pihak lelaki
maupun perempuan, seperti yang diketahui marga aminuddin adalah siregar (bayo
regar, dalam bahasa batak angola diistilahkan (bayo enggan). akan tetapi
dinovel azab dan sengsara ini perkawinan yang menggunakan sistem perjodohan
dengan status derajat yang sama (kekayaan) yang membuat perbedaan status sosial
diantara aminuddin dan mariamin.
Sistem perkawinan yang ditentukan
oleh orang tua digambarkan dalam novel
azab dan sengsara bukan hanya dialami oleh aminuddin tetapi juga dialami
mariamin. Mariamin dijodohkan dengan seorang pemuda yang tidak dicintainya.
Dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar digambarkan kedatangan
seorang pemuda sebagai calon pendamping hidup yang sebenarnya tidak ia sukai.
Oleh karena adat yang berlaku dan kepatuan terhadap orang tua, ia pun rela
menerima seorang pemuda yang datang dari padang sidempuan yang sama sekali
tidak dikenal, dan tidak dicintainya, dan harus menjadi jodoh baginya.
Sistem perkawinan dengan cara paksa
yang harus berdasarkan kehendak orang tua, sebenarnya dapat menjadikan
perkawinan itu tidak bahagia dan berakibat buruk pada manusia. Selain itu,
bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan apalagi kaidah-kaidah agama
khusunya agama islam yang mayoritasnya didaerag tersebut. Oleh karena itu,
kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat daerah tersebut harus dihilangkan,
pemikiran terhadap upaya menghilangkan sistem perkawinan atas dasar kehendak
para orang tua itu digambarkan dalam novel azab dan sengsara karya merari
siregar tentang keresahannya penulis
mengenai daerah dimana yang dia tempati yang masih menggunakan sistem kawin
paksa atau perjodohan.
Secara tersirat mengamanatkan kepada
pembaca bahwa dalam novel nazab dan sengsara ada upaya menentang sistem
perkawinan dengan cara paksa. Perkawinan dengan cara paksa akan mengakibatkan
perceraian dan bahkan akan terjadi penyesalan seumur hidup terutama terhadap
orang tua, hal ini dialami mariamin dijodohkan dengan orang yang tidak disukainya.
Hal ini juga serupa dengan cerita
rakyat putri rainun dan rajo mudo dari jambi yang mengisahkan perkawinan paksa
(perjodohan) antara putri rainun dan
biji kayo atas permintaan kedua orang tuanya yang memintanya untuk
menikah karena sama-sama status derajatnya sama, akan tetapi putri rainun
merasa terpaksa, dan tidak bahagia apalagi setelah rajo mudo mengetahui
perkawinan putri rainun, dia sangat kecewa begitupun putri rainun merasa
terpukul akibat kejadian ini, pada akhirnya putri rainun memilih jalan bunuh
diri akibat menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Perlakuan kawin paksa yang dialami
aminuddin dengan orang yang tidak dicintainya juga disebabkan sikap ayahnya,
baginda diatas, sementara kawin paksa yang dialami mariamin disebabkan tekanan ekonomi
keluarga, ia dikawinkan dengan kasibun seorang pegawai perkebunan yang sedang
bertugas di medan. Jadi, baik yang disebabkan oleh ketidaksetujuan pihak orang
tua terhadap orang tertentu yang disebabkan perbedaan status sosial diantara
kedua pihak maupun yang disebabkan oleh tekanan ekonomi, sebenarnya perkawinan
dengan cara paksa merupakan yang tidak baik dalam pandangan kemanusiaan dan
prinsip-prinsip keagamaan.
Mengenai kawin paksa akibat tidak
direstui orang tua yang beralasan perbedaan status soaial dialami aminuddin dan
mariamin sudah lama menjadi kebiasaan masyarakat batak angkola. Dalam novel
azab dan sengsara digambarkan juga bahwa orang tua mariamin, nuria juga secara
paksa dikawinkan dengan sutan baringin, orang yang sama sekali tidak dicintainya.
(hal.69). jadi, tradisi tersebut sudah turun-menurun sejak dari nenek, ibu
hingga anak.
Kebiasaan kawin paksa dalam
masyarakat batak angkola disebabkan peranan orang tua yang banyak memiliki
pertimbangan terhadap calon menantu, seperti tokoh baginda diatas yang
mempertimbangkan mariamin sebagai calon menantu, karena miskin. Jika dicermati,
yang menjadi penyebab timbulnya sikap seperti ini adalah pengaruh pola pikir
yang datang dari barat (belanda) yang memandang semuanya berdasarkan materi,
karena pada zaman itu indonesia masih dalam jajahan belanda. Pada mula orang
tua dalam masyarakat batak angkola tidak pernah memiliki sikap demikian,
kalaupun ada kebiasaan kawin paksa, biasanya berdasarkan calon menantu yang
memiliki kepribadian baik. Tanpa alasan itu, sebenarnya tidak ada alasan
lainnya. Hal inilah yang secara tegas digambarkan dalam novel azab dan
sengsara, nuria menyetujui aminuddin sebagai calon pendamping hidup mariamin
karena sejak kecil ia mengetahui perangai aminuddin dan ia golongan anak yang
baik-baik.
Jadi dalam novel azab dan sengsara
mengenai adat perkawinan masyarakat sipirok tapanuli selatan sistem perjodohan
dalam perkawinan masih sangat kental dan ada pula hubungannya perjodohan
tersebut dengan kedudukan sosial calon menantunya seperti tokoh baginda diatas
yang menjodohkan aminuddin dengan wanita yang status sosialnya sama.
Begitupun juga terjadi dengan warga jambi dalam
cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo, pada saat itu masih ada perbedaan
antara kaum bangsawan dan kaum rakyat biasa yang sebenarnya tidak diperbolehkan
menikah, disinilah yang menekankan perbedaan status sosial, setelah kisah itu
terjadi lalu muncullah cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo yang
diceritakan dari mulut ke mulut warga masyarakat jambi sebagai suatu
nasihat-nasihat yang dipakai dalam kehidupan, cerita rakyat ini bersifat anonim
karena tidak ada nama pengarang atat penulisnya hanya diceritakan saja pada
warga sekitar jambi. Dalam adat
perkawinan warga jambi perjodohan itu diusahakan bagi anak kemenakan yang
terdekat. Walaupun demikian, kalau salah seorang tidak setuju, mungkin sudah
ada pilihan sendiri maka orang tua tidak dapat menolak. Kalau dipaksa juga
mungkin buruk akibatnya. Akan tetapi, jarang terjadi hal yang demikian, pada
umumnya anak-anak menurut kata orang tuanya. Ini terjadi dalam cerita rakyat putri
rainun dan rajo mudo, putri rainun dijodohkan dengan biji kayo atas permintaan
orang tuanya, putri rainun akan tetapi tidak berani menolak permintaan orang
tuanya walaupun putri rainun tidak mencintai biji kayo mereka tetap menikah,
dan ini berakibat buruk yaitu masalah batin putri rainun sehingga putri rainun
memilih jalan untuk bunuh diri. Lalu ibu putri rainun baru menyadari kalau
pernikahan yang dipaksakan akan menimbulkan kejadian yang tidak ia inginkan,
lalu putri rainun berubah menjadi bunga ilalang. Lalu rajo mudo membawa bunga
ilalang tersebut kepada nenek rubiah untuk merubahnya kembali kesosok putri
rainun. Akhirnya, ibunda putri rainun mengizinkan putri rainun dan rajo mudo
menikah. Inilah nasihat-nasihat cerita rakyat yang dulu muncul di jambi
sehingga dapat diambil amanatnya bagi warga jambi mengenai perkawinan.
Dalam novel azab dan
sengasara penulis mengkaitkan novel tersebut dengan kehidupan dirinya yang
sebenarnya dialami di daerah medan sipirok yang pada zaman dahulu masih kental
dengan perjodohan dan perbedaan status sosial yang terjadi dalam percintaan
yang tidak direstui oleh orang tua.
Semasa kecil, Merari
Siregar berada di Sipirok, dia dilahirkan di Tapanuli tepatnya
daerah yang dia tempati yaitu di sipirok, Sumatra Utara pada tanggal 13 Juli
1896 . OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan jiwa Merari Siregar sangat
dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok. Ia menjumpai
kepincangan-kepincangan khususnya mengenai adat, misalnya, kawin paksa yang
terdapat dalam masyarakat lingkungannya. Setelah dewasa dan menjadi orang
terpelajar, Merari Siregar melihat keadaan suku bangsanya yang mempunyai pola
berpikir yang tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Hati kecilnya ingin mengubah
sikap orang-orang yang berpandangan kurang baik khususnya orang-orang di daerah
Sipirok. Oleh sebab itu, ia mulai bergerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat
yang dinilainya masih kolot, terutama penduduk sipirok.
Seperti kutipan
pembicaraan merari siregar saat dalam membuat novel ini :
Saya mengarang ceritera ini, dengan
maksud menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik dan sempurna di tengahtengah
bangsaku, lebih-lebih di antara orang berlaki-laki. Harap saya diperhatikan
oleh pembaca.
Hal-hal dan kejadian yang tersebut
dalam buku ini meskipun seakan-akàn tiada mungkin dalam pikiran pembaca. adalah
benar belaka, cuma waktunya kuatur—artinya dibuat berturut-turut supaya
ceritera lebih nyata dan terang.
-Merari Siregar-
Perubahan itu
dilakukannya lewat goresan pena azab dan sengsara menjadi karya tulisnya yang
paling tersohor yang terbit pada tahun 1920. Prosa berbentuk roman itu muncul
saat pemerintah kolonial belanda sedang gencar-gencarnya melaksanakan politik
etis yaitu yang sering disebut politik balas budi yang ditandai dengan
berdirinya commisse voor volklectuur (komisi untuk bacaan rakyat) di tahun
1908. Komisi itu bertugas menyelenggarakan dan menyebar bacaan-bacaan seperti
terjemahan, karangan ash kepada rakyat dan para pelajar sekolah bumi putera.
Yang dimaksud dengan karangan ash adalah cerita-cerita rakyat yang berbentuk
hikayat, syair dan pantun.
Pada masa ini pula
berkembangnya cerita-cerita rakyat, seperti salah satu contohnya cerita rakyat
dari jambi “putri rainun dan rajo mudo”, pada tahun ini sedang banyak masalah
yang terjadi di daerah mengenai kawin paksa akibat perbedaan status sosial
diantara mereka.
Seiring berjalannya waktu, prosa indonesia mulai berkembang menjadi lebih
modern karena semakin banyaknya pengarang yang ‘bergaul’ dengan karya sastra
barat, terutama belanda, yang ditandai lewat penerjemahan dan penyaduran.
Pemoderenan semakin meningkat ketika Commissie Voor de Volkslectuur diganti
namanya menjadi Balai Pustaka.
Penggantian nama itu disertai penambahan tugas
bagi para pengarang, yaitu melatih para pengarang dalam gaya bahasa dan bentuk
baru. Pemodernan ini antara lain, mampu mendorong kesadaran individu para
pengarang. Kesadaran individu ini tercermin pada kemandirian tokoh-tokoh
cerita. Tokoh-tokoh cerita ingin menentukan nasibnya sendiri tanpa
ketergantungan pada lingkungan dan ikatan masyarakat. Kemandirian tokoh ini
tercermin dalam Azab dan Sengsara, seperti yang tampak pada tokoh utama
Mariamin. Kesadaran tokoh utama Mariamin terlihat ketika ia memotong
penderitaan yang menimpa dirinya akibat kawin paksa lewat pengajuan cerai.
Penonjolan kesengsaraan Mariamin ini diharapkan Merari Siregar agar menggugah
para pembaca tentang penderitaan akibat kawin paksa. Di atas telah dikatakan
bahwa ikatan adat tokoh Mariamin mulai menipis. Walau begitu, kesadaran susila
dalam roman ini digambarkan tetap teguh. Hal ini tercermin pada peristiwa
ketika Mariamin dianiaya oleh suaminya karena menerima tamu laki-laki,
sementara suaminya tidak di rumah.
Di dalam novel azab dan sengsara karya merari
siregar tokoh aminuddin diceritakan sebagai seorang pria yang baik, perhatian,
luhur budi pekertinya, gigih dalam bekerja sampai dia pergi ke deli untuk
mencari pekerjaan dan penurut ketika aminuddin ingin dijodohkan dengan wanita
lain atas permintaan kedua orang tuanya dia berusaha menerima walaupun sulit
karena penulis menuliskan keadaan sebenarnya pada zaman di daerahnya masalah
perjodohan yang masih diterima oleh masyarakat sipirok. Merari siregar
menceritakan pula tokoh baginda diatas (ayah aminuddin) seorang pria bangsawan
yang disegani dalam novel tersebut dia menjodohkan anaknya karena wanita yang
dicintai oleh anaknya (aminuddin) tidak sesuai dengan keadaan status
keluarganya yang kaya.
Secara keseluruhan Azab dan Sengsara memiliki ciri-ciri seperti Angkatan
20-an pada umumnya. yakni menguatnya kesadaran individu dan menipisnya
kesadaran adat, roman ini juga sangat kuat diwarnai penggambaran alam dan
pengungkapan perasaan. Pengungkapan perasaan itu, antara lain, tercermin dalam
penggunaan pantun dan syair maupun kata-kata yang indah. Seperti :“hujan rintik-rintik itu sudah bertukar dengan hujan yang amat lebat, sehingga sebagai air dicurahkan dari langit rupanya. Angin yang keras itu makin kencang dan kilatpun berturut-turut diiringi halilintar yang gemuruh, sebagai gunung runtuh lakunya”. (Hlm. 12)
Dalam kehidupan Pengarang pernah bersekolah di
Kweekschool ‘sekolah guru’ dan sekolah guru Oosr en West, ‘Timur dan Barat’ di
Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923 Merari Siregar bersekolah di sekolah
swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en West, yang pada masa itu
merupakan organisasi yang aktif memperakiekkan politik etis Belanda.
Setelah lulus dan sekolah, Merari Siregar mula-mula bekerja sebagai guru bantu di Medan kemudian pindah bekerja di Jakarta, yakni di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) . Terakhir Ia pindah di Kalianget, Madura, dan bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya pada tanggal 23 April 1941. Ia meninggalkan tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu MS yang lahir 19 Desember 1928, Suzanna Tiurna Siregar yang lahir 13 Desember 1930, dan Theodorus Mulia Siregar yang lahir 25 Juli 1932.
Setelah lulus dan sekolah, Merari Siregar mula-mula bekerja sebagai guru bantu di Medan kemudian pindah bekerja di Jakarta, yakni di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) . Terakhir Ia pindah di Kalianget, Madura, dan bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya pada tanggal 23 April 1941. Ia meninggalkan tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu MS yang lahir 19 Desember 1928, Suzanna Tiurna Siregar yang lahir 13 Desember 1930, dan Theodorus Mulia Siregar yang lahir 25 Juli 1932.
Roman Azab dan Sengsara karya Marari Siregar
dianggap sebagai pemula dalam kehidupan prosa Indonesia Modern seperti yang
telah dipaparkan diatas. Roman yang diterbitkan pada tahun 1920 ini merupakan
roman ash yang pertama diterbitkan oleh Balai Pustaka. Buku ini mencerminkan
permulaan kesusastraan prosa Indonesia modern, demikian dinyatakan oleh Teeuw.
Di samping itu, Azab dan Sengsara ini adalah peniup terompet pertama yang
menyuarakan pertentangan kaum muda masa itu dengan adat istiadat lama.
Dan cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo
menjadi cerita berisi nasihat masyarakat warga jambi mengenai perkawinan pada
masa itu.
Azab dan sengsara dengan putri rainun dan rajo
mudo alurnya disusun secara konvensional, peristiwa disusun sedemikian rupa
sehingga mencapai klimaks pada akhir cerita. Urutan peristiwa disusun berurutan
dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya.
Perbandingan
peristiwa azab dan sengsara dengan putri rainun dan rajo mudo
Peristiwa azab dan
sengsara :
1.
Aminnudin berjanji untuk menikahi
mariamin
2.
Aminuddin pergi ke deli untuk mencari
pekerjaan
3.
Aminuddin didesak oleh orang tuanya
untuk menikah dengan gadis siregar
4.
Aminuddin pulang dari deli
5.
Aminuddin menikah dengan wanita yang
lain yang menjemputnya dari deli
6.
Kekecewaan mariamin
7.
Mariamin menerima lamaran kasibunatas
desakan ibunya
8.
Pertengkaran rumah tangga mariamin
9.
Mariamin bercerai
10.
Mariamin kembali ke kampung halaman ke
sipirok, tinggal disana sampai dia meninggal.
Peristiwa putri rainun
dan rajo mudo:
1.
Putri rainun dan rajo mudo sepasang
kekasih
2.
Rajo mudo merantau
3.
Biji kayo jatuh cinta kepada putri
rainun
4.
Putri rainun didesak oleh ibunya untuk
menikah dengan biji kayo
5.
Putri rainun menikah dengan biji kayo
6.
Rajo mudo kembali pulang tetapi kecewa
7.
Putri rainun bunuh diri
8.
Rajo mudo ke pemakaman putri rainun
mengejar bunga ilalang
9.
Pergi ke rumah nenek rubiah sambil
membawa Kelopak bunga ilalang lalu muncul sosok putri rainun
10.
Putri rainun dan rajo mudo menikah
Perbandingan peristiwa di atas berkaitan dengan
warna lokal kudua karya ini seperti peristiwa sepasang kekasih yang jatuh
cinta, merantau, dijodohkan.
Dari
kedua daerah ini masing-masing adat perkawinan pada zaman dahulu masing-masing
masih mempergunakan sistem perkawinan paksa yang dikarenakan perjodohan orang
tua dan tidak ada yang berani melawan kehendak pada zaman itu, akan tetapi
silih bergantinya zaman menjadi modern aturan ini sudah jarang dilakukan. Dalam
novel dan cerita rakyat tersebut seiring sedang perjodohan di daerah masyarakat
sekitar maka penulis menganggat tema tersebut agar dapat di ambil amatnya bagi
yang membaca, bahwa kawin paksa tidak baik karena akan ada pihak yang terluka
dan sesuatu yang tidak di inginkan akan terjadi yang membuat kehidupan tersebut
bermasalah.
Penutup
Setelah membandingkan
kedua cerita yaitu novel indonesia yang menggunakan seting sipirok, tapanuli
selatan yaitu sebuah karya dari merari siregar yang berjudul azab dan sengsara,
dengan sebuah cerita rakyat dari jambi yang bertemakan perkawinan paksa yang
dikarenakan status sosial, Secara keseluruhan dalam kedua artikel diatas, perbedaan
status sosial merupakan hal yang paling penting untuk menjaga keturunan dalam
suatu keluarga. Di indonesia dalam sistem perkawinan dapat ditarik kesimpulan
dari daerah-daerah khususnya daerah sipirok tapanuli selatan dengan jambi, pada
zaman dahulu masih diberlakukan sistem perjodohan, namun sekarang telah
mengalami perubahan zaman modern, sudah jarang yang menggunakan sistem perjodohan
dalam suatu percintaan.
Namun, dalam kedua kisah ini telah dituliskan
mengenai perkawinan paksa karena perbedaan status sosial itu tidak baik, akan
berdampak buruk bagi pihak yang menjalaninya sehingga hal-hal yang tidak di
inginkan akan terjadi. Pada dasarnya memang benar kalau cinta tidak bisa
dipaksakan, apalagi di jodohkan dengan orang yang tidak di cintai itu suatu hal
yang mustahil dalam menjalani hubungan perkawinan yang bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar