Cari Blog Ini

Rabu, 18 Maret 2015

sastra bandingan antara novel Indonesia dengan cerita rakyat

Kajian perkawinan paksa Karena Perbedaan Status Sosial
Dalam Novel Indonesia dengan Cerita Rakyat Jambi
     
Oleh : Syafrida 

Pengenalan
Dalam sastra bandingan umumnya berbicara mengenai relasi di antara dua buah karya sastra yang berbeda budaya tetapi memiliki kesejajaran baik dari segi bentuk maupun isi.
Pembahasan ini menyorot mengenai perkawinan paksa yang dikarenakan status sosial yang berbeda diantara pasangan yaitu “Mariamin dan Aminuddin” dalam novel indonesia azab dan sengsara karya Merari Siregar yang menyorot cinta tak sampai pada cerita ini yang dipermasalahkan mengenai harkat martabat keluarga (medan, sipirok), Dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar berlatar sosial-budaya batak angkola. Novel yang dituliskan oleh merari siregar ini mengemukakan fakta-fakta tentang sistem perkawinan dengan cara paksa yang membedakan status sosial, peranan dan kedudukan marga, pengaturan harta warisan, adat istiadat dan tradisi-tradisi lainnya yang terdapat dalam daerah sipirok, kabupaten tapanuli selatan tempat penulis (merari siregar) dilahirkan.
Sedangkan dalam cerita rakyat jambi “putri rainun dan rajo mudo” perkawinan paksa mengenai seorang bangsawan dengan rakyat biasa yang pada zaman dahulu tidak diperbolehkan menikah, di jambi pada saat itu masih memberlakukan sistem perjodohan. cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo dari jambi adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap daerah yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing daerah.


Perbandingan
Didalam pembahasan ini menyorot tentang perkawinan paksa dikarenakan perbedaan status sosial, sebelum mengkaji novel indonesia azab dan sengsara karya merari siregar dengan cerita rakyat jambi putri rainun dan rajo mudo, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian masalah yang paling disorot dalam perbandingan ini yaitu “status sosial”.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Jadi, dapat disimpulkan Status sosial itu Sebuah posisi dalam hubungan sosial, karakteristik yang menempatkan individu dalam hubungannya dengan orang lain dan seberapa besar peran individu tersebut dalam masyarakat itu sendiri.
Status sosial dapat terbentuk melalui beberapa hal diantaranya melalui peran individu tersebut, kekayaan, kekuasaan dan lain- lain. Status sosial akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, dan hal itu akan dibarengi dengan perubahan kondisi sosial dalam masyarakat tersebut.
Disini perbedaan status sosial dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar penyebabnya kisah cinta mereka “aminuddin dan mariamin” tak sampai karena harkat martabat keluarga yaitu dari keluarga aminuddin terpandang harkatnya tinggi sebagai orang yang berada pada daerah sipirok (medan) sedangkan keluarga mariamin harkatnya dipandang rendah karena keluarga yang dulunya kaya akan tetapi jatuh miskin akibat kelakuan dari ayah mariamin yang suka berjudi sewaktu masih hidup (sultan baringin).
Kemudian pada cerita rakyat ada pula tentang kisah percintaan tak sampai akibat perbedaan status sosial yaitu cerita rakyat dari jambi yang berjudul putri rainun dan raja mudo, mereka berdua (rajo mudo dan putri rainun) saling mencintai akan tetapi status sosial menjadi penghalang hubungan mereka yaitu putri rainun keturunan bangsawan sedangkan rajo mudo dari kalangan rakyat biasa. Menurut adat pernikahan jambi dalam cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo di jambi Masyarakat jambi yang mengambil garis keturunan Matrilineal. Matrilineal adalah mengambil garis keturunan perempuan/ibu/istri. Oleh karena itu, dalam legenda Putri Rainun dan Rajo Mudo, terdapat perbedaan status sosial antara kaum bangsawan dan rakyat biasa. Akan tetapi, karena mangambil garis keturunan secara Matrilineal (pihak Putri Rainun), sebenarnya yang lebih diutamakan adalah menikah dengan sesama kaum bangsawan agar tetap terjaga dan tetap ada jarak antara kaum bangsawan dan rakyat biasa. lain halnya dengan cerita dari novel azab dan sengsara karya merari siregar yang adat perkawinan di daerah sipirok menggunakan struktur kekeluargaan patrilineal sehingga dalam hubungannya dengan perkawinan bersifat patrilokal (di tentukan menurut garis ayah) Artinya marga pihak laki-laki yang sudah berkeluarga akan diturunkan kepada anak, baik laki-laki (banyo) maupun anak perempuan (boru) ,dan pasangan yang baru kawin bertempat tinggal di rumah pihak mempelai laki-laki. Yang secara sistem pembagian warisannya di daerah sipirok dalam novel azab dan sengsara, warisan diturunkan kepada anak laki-laki yang lahir dari perkawinan.
Baginda diatas (ayah aminuddin) dapat dikatakan seorang yang kaya di sipirok. Harta-hartanya amat banyak. Adapun kekayaan diperoleh dari peninggala orang tuanya. (hal.25)
Akan tetapi, Cerita legenda rakyat Jambi “Putri Rainun dan Rajo Mudo” menunjukkan bahwa pada cerita tersebut tidak dipermasalahkan harus dari keturunan bangsawan lah yang boleh melamar putri seorang keturunan bangsawan. Asalkan kaya, pandai, dan cerdas, seorang pemuda tersebut dapat menikah dengan wanita keturunan bangsawan. Rakyat biasa tidak dapat menikah dengan bangsawan, asalkan rakyat biasa tersebut bisa berusaha untuk menjadi orang kaya, pandai dan cerdas walaupun tidak ada keturunan bangsawan. Seperti dalam cerita rakyat ini pada rajo mudo adalah sosok pria yang cerdas dan mau merantau untuk mengubah nasib. Lalu pada akhir ceritanya rajo mudo menikah dengan  putri rainun walaupun pada saat ia pulang merantau mendengar berita yang tidak ia inginkan mengenai pernikahan antara putri rainun dan  biji kayo, akan tetapi cinta tidak bisa dipaksakan. Pada akhirnya ibu dari putri rainun tidak dapat menghalangi cinta mereka walaupun status sosial mereka berbeda.
Cerita rakyat jambi ini berakhir bahagia, walaupun pada awalnya cinta mereka terhalangi oleh status sosial akan tetapi berbeda halnya dengan cerita novel azab dan sengsara yang berakhir tragis akibat cinta mereka berdua (mariamin dan aminuddin) tidak dapat dipersatukan akibat perjodohan.
Cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo dalam strata sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang sistem pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah terdengar istilah-­istilah atau gelar-gelar tertentu untuk menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal sebutan-sebutan yang "kabur" untuk menunjukkan status seseorang, seperti orang pintar, orang kaya, orang kam­pung dsb. Sedangkan, dalam novel azab dan sengsara dalam strata sosial masyarakat sipirok tapanuli selatan, marga adalah unsur penting dalam mengatur dan menjalankan adat-istiadat, khususnya dalam perkawinan.
Adapun masing-masing orang batak mempunyai suku (marga). Seorang anak yang baru lahir beroleh marga bapaknya. Marga itu ada bermacam-macam, misalnya luhan sipirok, siregar dan harahap yang terbanyak, marga-marga lain ada umpamanya: pane, pohan, sibuan (hisbuan) dan lain-lain (hal.125)
Oleh karena marga sangat penting dan kedudukannya dalam masyarakat batak angkola, maka untuk mencari calon istri atau calon suami harus ditanyakan terlebih dulu apa marganya, boru apa dia. Karena perkawinan semarga dianggap melanggar adat.
Jadi dalam hal ini dalam cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo yang awalnya cinta mereka tak sampai akan tetapi pada akhirnya sampai karena menurut adat jambi, masyarakat jambi tidak terlalu mempunyai konsepsi yang jelas tentang sistem pelapisan sosial, dia pun memandang derajat orang yang pandai walaupun orang tersebut bukan keturunan bangsawan, dan rajo mudo ini pada cerita rakyat jambi dipandang orang yang pandai dan bijaksana, makanya pada akhir cerita tersebut putri rainun diperbolehkan untuk menikah.
Sedangkan dalam novel azab dan sengsara dalam adat batak angkola sangat memandang kedudukan marga, yang pada dasarnya dalam cerita ini lebih menekankan ke strata sosial keluarga orang kaya harus di jodohkan dengan yang sederajat (aminuddin di jodohkan dengan wanita lain yang lebih terpandang keluarganya dibandingkan keluarga dari mariamin).
Dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar dalam menjalankan adat istiadat kedudukan marga sebagai unsur yang amat penting khususnya dalam perkawinan.
Perkawinan secara paksa yang terjadi pada tokoh aminuddin dan mariamin, bukan karena se-marga tidak dibenarkan, hubungan yang telah dibina antara aminuddin dan mariamin dibolehkan dalam adat istiadat masyarakat batak angkola, akan tetapi pandangan orang tua yang mempertahankan sistem perkawinan paksa yang masih memandang perbedaan status sosial.
Dalam masyarakat batak angola, baik pemuda maupun pemudi tidak berhak mencari siapa yang menjadi pendamping hidupnya, dan tidak berhak pula menentukan siapa pasangan hidupnya. Orang yang berhak dalam menentukan siapa yang menjadi pasangan hidupnya adalah orang tua.  Hal ini dialami oleh aminuddin sebagai tokoh utama dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar, tidak dapat menentukan pilihannya namun harus menuruti kehendak orang tua. Perasaannya terpaksa dijodohkan dengan orang yang tidak dicintainya.
Kutipan yang berkaitan dengan novel azab dan sengsara :
Oleh sebab itu haruslah anak itu menurut kehendak orang tuanya kalau ia hendak selamat di dunia. Itupun harapan Bapak dan Ibumu serta sekalian kaum-kaum kita anakku akan menurut permintaan kami itu, yakni anak anda terimalah menantu ayahanda yang kubawa ini? Meskipun aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang tua semua. (hal.36)
Sistem perkawinan yang ditentukan oleh orang tua tokoh yang membuat cinta tak sampai antara aminuddin dan mariamin karena perkawinan yang masih menggunakan sistem perjodohan didaerah tersebut, akan tetapi bukan karena adat istiadat yang menghalangi seperti aturan marga yang tak boleh menikah yang sama marganya antara pihak lelaki maupun perempuan, seperti yang diketahui marga aminuddin adalah siregar (bayo regar, dalam bahasa batak angola diistilahkan (bayo enggan). akan tetapi dinovel azab dan sengsara ini perkawinan yang menggunakan sistem perjodohan dengan status derajat yang sama (kekayaan) yang membuat perbedaan status sosial diantara aminuddin dan mariamin.
Sistem perkawinan yang ditentukan oleh orang tua digambarkan dalam  novel azab dan sengsara bukan hanya dialami oleh aminuddin tetapi juga dialami mariamin. Mariamin dijodohkan dengan seorang pemuda yang tidak dicintainya. Dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar digambarkan kedatangan seorang pemuda sebagai calon pendamping hidup yang sebenarnya tidak ia sukai. Oleh karena adat yang berlaku dan kepatuan terhadap orang tua, ia pun rela menerima seorang pemuda yang datang dari padang sidempuan yang sama sekali tidak dikenal, dan tidak dicintainya, dan harus menjadi jodoh baginya.
Sistem perkawinan dengan cara paksa yang harus berdasarkan kehendak orang tua, sebenarnya dapat menjadikan perkawinan itu tidak bahagia dan berakibat buruk pada manusia. Selain itu, bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan apalagi kaidah-kaidah agama khusunya agama islam yang mayoritasnya didaerag tersebut. Oleh karena itu, kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat daerah tersebut harus dihilangkan, pemikiran terhadap upaya menghilangkan sistem perkawinan atas dasar kehendak para orang tua itu digambarkan dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar  tentang keresahannya penulis mengenai daerah dimana yang dia tempati yang masih menggunakan sistem kawin paksa atau perjodohan.
Secara tersirat mengamanatkan kepada pembaca bahwa dalam novel nazab dan sengsara ada upaya menentang sistem perkawinan dengan cara paksa. Perkawinan dengan cara paksa akan mengakibatkan perceraian dan bahkan akan terjadi penyesalan seumur hidup terutama terhadap orang tua, hal ini dialami mariamin dijodohkan dengan orang yang tidak disukainya.
Hal ini juga serupa dengan cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo dari jambi yang mengisahkan perkawinan paksa (perjodohan) antara putri rainun dan  biji kayo atas permintaan kedua orang tuanya yang memintanya untuk menikah karena sama-sama status derajatnya sama, akan tetapi putri rainun merasa terpaksa, dan tidak bahagia apalagi setelah rajo mudo mengetahui perkawinan putri rainun, dia sangat kecewa begitupun putri rainun merasa terpukul akibat kejadian ini, pada akhirnya putri rainun memilih jalan bunuh diri akibat menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Perlakuan kawin paksa yang dialami aminuddin dengan orang yang tidak dicintainya juga disebabkan sikap ayahnya, baginda diatas, sementara kawin paksa yang dialami mariamin disebabkan tekanan ekonomi keluarga, ia dikawinkan dengan kasibun seorang pegawai perkebunan yang sedang bertugas di medan. Jadi, baik yang disebabkan oleh ketidaksetujuan pihak orang tua terhadap orang tertentu yang disebabkan perbedaan status sosial diantara kedua pihak maupun yang disebabkan oleh tekanan ekonomi, sebenarnya perkawinan dengan cara paksa merupakan yang tidak baik dalam pandangan kemanusiaan dan prinsip-prinsip keagamaan.
Mengenai kawin paksa akibat tidak direstui orang tua yang beralasan perbedaan status soaial dialami aminuddin dan mariamin sudah lama menjadi kebiasaan masyarakat batak angkola. Dalam novel azab dan sengsara digambarkan juga bahwa orang tua mariamin, nuria juga secara paksa dikawinkan dengan sutan baringin, orang yang sama sekali tidak dicintainya. (hal.69). jadi, tradisi tersebut sudah turun-menurun sejak dari nenek, ibu hingga anak.
Kebiasaan kawin paksa dalam masyarakat batak angkola disebabkan peranan orang tua yang banyak memiliki pertimbangan terhadap calon menantu, seperti tokoh baginda diatas yang mempertimbangkan mariamin sebagai calon menantu, karena miskin. Jika dicermati, yang menjadi penyebab timbulnya sikap seperti ini adalah pengaruh pola pikir yang datang dari barat (belanda) yang memandang semuanya berdasarkan materi, karena pada zaman itu indonesia masih dalam jajahan belanda. Pada mula orang tua dalam masyarakat batak angkola tidak pernah memiliki sikap demikian, kalaupun ada kebiasaan kawin paksa, biasanya berdasarkan calon menantu yang memiliki kepribadian baik. Tanpa alasan itu, sebenarnya tidak ada alasan lainnya. Hal inilah yang secara tegas digambarkan dalam novel azab dan sengsara, nuria menyetujui aminuddin sebagai calon pendamping hidup mariamin karena sejak kecil ia mengetahui perangai aminuddin dan ia golongan anak yang baik-baik.
Jadi dalam novel azab dan sengsara mengenai adat perkawinan masyarakat sipirok tapanuli selatan sistem perjodohan dalam perkawinan masih sangat kental dan ada pula hubungannya perjodohan tersebut dengan kedudukan sosial calon menantunya seperti tokoh baginda diatas yang menjodohkan aminuddin dengan wanita yang status sosialnya sama.
Begitupun juga terjadi dengan warga jambi dalam cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo, pada saat itu masih ada perbedaan antara kaum bangsawan dan kaum rakyat biasa yang sebenarnya tidak diperbolehkan menikah, disinilah yang menekankan perbedaan status sosial, setelah kisah itu terjadi lalu muncullah cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo yang diceritakan dari mulut ke mulut warga masyarakat jambi sebagai suatu nasihat-nasihat yang dipakai dalam kehidupan, cerita rakyat ini bersifat anonim karena tidak ada nama pengarang atat penulisnya hanya diceritakan saja pada warga sekitar jambi. Dalam  adat perkawinan warga jambi perjodohan itu diusahakan bagi anak kemenakan yang terdekat. Walaupun demikian, kalau salah seorang tidak setuju, mungkin sudah ada pilihan sendiri maka orang tua tidak dapat menolak. Kalau dipaksa juga mungkin buruk akibatnya. Akan tetapi, jarang terjadi hal yang demikian, pada umumnya anak-anak menurut kata orang tuanya. Ini terjadi dalam cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo, putri rainun dijodohkan dengan biji kayo atas permintaan orang tuanya, putri rainun akan tetapi tidak berani menolak permintaan orang tuanya walaupun putri rainun tidak mencintai biji kayo mereka tetap menikah, dan ini berakibat buruk yaitu masalah batin putri rainun sehingga putri rainun memilih jalan untuk bunuh diri. Lalu ibu putri rainun baru menyadari kalau pernikahan yang dipaksakan akan menimbulkan kejadian yang tidak ia inginkan, lalu putri rainun berubah menjadi bunga ilalang. Lalu rajo mudo membawa bunga ilalang tersebut kepada nenek rubiah untuk merubahnya kembali kesosok putri rainun. Akhirnya, ibunda putri rainun mengizinkan putri rainun dan rajo mudo menikah. Inilah nasihat-nasihat cerita rakyat yang dulu muncul di jambi sehingga dapat diambil amanatnya bagi warga jambi mengenai perkawinan.
Dalam novel azab dan sengasara penulis mengkaitkan novel tersebut dengan kehidupan dirinya yang sebenarnya dialami di daerah medan sipirok yang pada zaman dahulu masih kental dengan perjodohan dan perbedaan status sosial yang terjadi dalam percintaan yang tidak direstui oleh orang tua.
Semasa kecil, Merari Siregar berada di Sipirok, dia dilahirkan di Tapanuli tepatnya daerah yang dia tempati yaitu di sipirok, Sumatra Utara pada tanggal 13 Juli 1896 . OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan jiwa Merari Siregar sangat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok. Ia menjumpai kepincangan-kepincangan khususnya mengenai adat, misalnya, kawin paksa yang terdapat dalam masyarakat lingkungannya. Setelah dewasa dan menjadi orang terpelajar, Merari Siregar melihat keadaan suku bangsanya yang mempunyai pola berpikir yang tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Hati kecilnya ingin mengubah sikap orang-orang yang berpandangan kurang baik khususnya orang-orang di daerah Sipirok. Oleh sebab itu, ia mulai bergerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang dinilainya masih kolot, terutama penduduk sipirok.
Seperti kutipan pembicaraan merari siregar saat dalam membuat novel ini :
Saya mengarang ceritera ini, dengan maksud menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik dan sempurna di tengah­tengah bangsaku, lebih-lebih di antara orang berlaki-laki. Harap saya diperhatikan oleh pembaca.
Hal-hal dan kejadian yang tersebut dalam buku ini meskipun seakan-akàn tiada mungkin dalam pikiran pembaca. adalah benar belaka, cuma waktunya kuatur—artinya dibuat berturut-turut supaya ceritera lebih nyata dan terang.
-Merari Siregar-

Perubahan itu dilakukannya lewat goresan pena azab dan sengsara menjadi karya tulisnya yang paling tersohor yang terbit pada tahun 1920. Prosa berbentuk roman itu muncul saat pemerintah kolonial belanda sedang gencar-gencarnya melaksanakan politik etis yaitu yang sering disebut politik balas budi yang ditandai dengan berdirinya commisse voor volklectuur (komisi untuk bacaan rakyat) di tahun 1908. Komisi itu bertugas menyelenggarakan dan menyebar bacaan-bacaan seperti terjemahan, karangan ash kepada rakyat dan para pelajar sekolah bumi putera. Yang dimaksud dengan karangan ash adalah cerita-cerita rakyat yang berbentuk hikayat, syair dan pantun.
Pada masa ini pula berkembangnya cerita-cerita rakyat, seperti salah satu contohnya cerita rakyat dari jambi “putri rainun dan rajo mudo”, pada tahun ini sedang banyak masalah yang terjadi di daerah mengenai kawin paksa akibat perbedaan status sosial diantara mereka.
Seiring berjalannya waktu, prosa indonesia mulai berkembang menjadi lebih modern karena semakin banyaknya pengarang yang ‘bergaul’ dengan karya sastra barat, terutama belanda, yang ditandai lewat penerjemahan dan penyaduran. Pemoderenan semakin meningkat ketika Commissie Voor de Volkslectuur diganti namanya menjadi Balai Pustaka.
Penggantian nama itu disertai penambahan tugas bagi para pengarang, yaitu melatih para pengarang dalam gaya bahasa dan bentuk baru. Pemodernan ini antara lain, mampu mendorong kesadaran individu para pengarang. Kesadaran individu ini tercermin pada kemandirian tokoh-tokoh cerita. Tokoh-tokoh cerita ingin menentukan nasibnya sendiri tanpa ketergantungan pada lingkungan dan ikatan masyarakat. Kemandirian tokoh ini tercermin dalam Azab dan Sengsara, seperti yang tampak pada tokoh utama Mariamin. Kesadaran tokoh utama Mariamin terlihat ketika ia memotong penderitaan yang menimpa dirinya akibat kawin paksa lewat pengajuan cerai. Penonjolan kesengsaraan Mariamin ini diharapkan Merari Siregar agar menggugah para pembaca tentang penderitaan akibat kawin paksa. Di atas telah dikatakan bahwa ikatan adat tokoh Mariamin mulai menipis. Walau begitu, kesadaran susila dalam roman ini digambarkan tetap teguh. Hal ini tercermin pada peristiwa ketika Mariamin dianiaya oleh suaminya karena menerima tamu laki-laki, sementara suaminya tidak di rumah.
Di dalam novel azab dan sengsara karya merari siregar tokoh aminuddin diceritakan sebagai seorang pria yang baik, perhatian, luhur budi pekertinya, gigih dalam bekerja sampai dia pergi ke deli untuk mencari pekerjaan dan penurut ketika aminuddin ingin dijodohkan dengan wanita lain atas permintaan kedua orang tuanya dia berusaha menerima walaupun sulit karena penulis menuliskan keadaan sebenarnya pada zaman di daerahnya masalah perjodohan yang masih diterima oleh masyarakat sipirok. Merari siregar menceritakan pula tokoh baginda diatas (ayah aminuddin) seorang pria bangsawan yang disegani dalam novel tersebut dia menjodohkan anaknya karena wanita yang dicintai oleh anaknya (aminuddin) tidak sesuai dengan keadaan status keluarganya yang kaya.
Secara keseluruhan Azab dan Sengsara memiliki ciri-ciri seperti Angkatan 20-an pada umumnya. yakni menguatnya kesadaran individu dan menipisnya kesadaran adat, roman ini juga sangat kuat diwarnai penggambaran alam dan pengungkapan perasaan. Pengungkapan perasaan itu, antara lain, tercermin dalam penggunaan pantun dan syair maupun kata-kata yang indah. Seperti :
 “hujan rintik-rintik itu sudah bertukar dengan hujan yang amat lebat, sehingga sebagai air dicurahkan dari langit rupanya. Angin yang keras itu makin kencang dan kilatpun berturut-turut diiringi halilintar yang gemuruh, sebagai gunung runtuh lakunya”.  (Hlm. 12)
Dalam kehidupan Pengarang pernah bersekolah di Kweekschool ‘sekolah guru’ dan sekolah guru Oosr en West, ‘Timur dan Barat’ di Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923 Merari Siregar bersekolah di sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en West, yang pada masa itu merupakan organisasi yang aktif memperakiekkan politik etis Belanda.
Setelah lulus dan sekolah, Merari Siregar mula-mula bekerja sebagai guru bantu di Medan kemudian pindah bekerja di Jakarta, yakni di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) . Terakhir Ia pindah di Kalianget, Madura, dan bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya pada tanggal 23 April 1941. Ia meninggalkan tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu MS yang lahir 19 Desember 1928, Suzanna Tiurna Siregar yang lahir 13 Desember 1930, dan Theodorus Mulia Siregar yang lahir 25 Juli 1932.
Roman Azab dan Sengsara karya Marari Siregar dianggap sebagai pemula dalam kehidupan prosa Indonesia Modern seperti yang telah dipaparkan diatas. Roman yang diterbitkan pada tahun 1920 ini merupakan roman ash yang pertama diterbitkan oleh Balai Pustaka. Buku ini mencerminkan permulaan kesusastraan prosa Indonesia modern, demikian dinyatakan oleh Teeuw. Di samping itu, Azab dan Sengsara ini adalah peniup terompet pertama yang menyuarakan pertentangan kaum muda masa itu dengan adat istiadat lama.
Dan cerita rakyat putri rainun dan rajo mudo menjadi cerita berisi nasihat masyarakat warga jambi mengenai perkawinan pada masa itu.
Azab dan sengsara dengan putri rainun dan rajo mudo alurnya disusun secara konvensional, peristiwa disusun sedemikian rupa sehingga mencapai klimaks pada akhir cerita. Urutan peristiwa disusun berurutan dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya.
Perbandingan peristiwa azab dan sengsara dengan putri rainun dan rajo mudo
Peristiwa azab dan sengsara :
1.      Aminnudin berjanji untuk menikahi mariamin
2.      Aminuddin pergi ke deli untuk mencari pekerjaan
3.      Aminuddin didesak oleh orang tuanya untuk menikah dengan gadis siregar
4.      Aminuddin pulang dari deli
5.      Aminuddin menikah dengan wanita yang lain yang menjemputnya dari deli
6.      Kekecewaan mariamin
7.      Mariamin menerima lamaran kasibunatas desakan ibunya
8.      Pertengkaran rumah tangga mariamin
9.      Mariamin bercerai
10.  Mariamin kembali ke kampung halaman ke sipirok, tinggal disana sampai dia meninggal.
Peristiwa putri rainun dan rajo mudo:
1.      Putri rainun dan rajo mudo sepasang kekasih
2.      Rajo mudo merantau
3.      Biji kayo jatuh cinta kepada putri rainun
4.      Putri rainun didesak oleh ibunya untuk menikah dengan biji kayo
5.      Putri rainun menikah dengan biji kayo
6.      Rajo mudo kembali pulang tetapi kecewa
7.      Putri rainun bunuh diri
8.      Rajo mudo ke pemakaman putri rainun mengejar bunga ilalang
9.      Pergi ke rumah nenek rubiah sambil membawa Kelopak bunga ilalang lalu muncul sosok putri rainun
10.  Putri rainun dan rajo mudo menikah
Perbandingan peristiwa di atas berkaitan dengan warna lokal kudua karya ini seperti peristiwa sepasang kekasih yang jatuh cinta, merantau, dijodohkan.
Dari kedua daerah ini masing-masing adat perkawinan pada zaman dahulu masing-masing masih mempergunakan sistem perkawinan paksa yang dikarenakan perjodohan orang tua dan tidak ada yang berani melawan kehendak pada zaman itu, akan tetapi silih bergantinya zaman menjadi modern aturan ini sudah jarang dilakukan. Dalam novel dan cerita rakyat tersebut seiring sedang perjodohan di daerah masyarakat sekitar maka penulis menganggat tema tersebut agar dapat di ambil amatnya bagi yang membaca, bahwa kawin paksa tidak baik karena akan ada pihak yang terluka dan sesuatu yang tidak di inginkan akan terjadi yang membuat kehidupan tersebut bermasalah.

Penutup
Setelah membandingkan kedua cerita yaitu novel indonesia yang menggunakan seting sipirok, tapanuli selatan yaitu sebuah karya dari merari siregar yang berjudul azab dan sengsara, dengan sebuah cerita rakyat dari jambi yang bertemakan perkawinan paksa yang dikarenakan status sosial, Secara keseluruhan dalam kedua artikel diatas, perbedaan status sosial merupakan hal yang paling penting untuk menjaga keturunan dalam suatu keluarga. Di indonesia dalam sistem perkawinan dapat ditarik kesimpulan dari daerah-daerah khususnya daerah sipirok tapanuli selatan dengan jambi, pada zaman dahulu masih diberlakukan sistem perjodohan, namun sekarang telah mengalami perubahan zaman modern, sudah jarang yang menggunakan sistem perjodohan dalam suatu percintaan.

 Namun, dalam kedua kisah ini telah dituliskan mengenai perkawinan paksa karena perbedaan status sosial itu tidak baik, akan berdampak buruk bagi pihak yang menjalaninya sehingga hal-hal yang tidak di inginkan akan terjadi. Pada dasarnya memang benar kalau cinta tidak bisa dipaksakan, apalagi di jodohkan dengan orang yang tidak di cintai itu suatu hal yang mustahil dalam menjalani hubungan perkawinan yang bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar