A. Pengertian Puisi
Karya
sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara
etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang
berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet
dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.[1]Dalam kamus besar bahasa
indonesia (KBBI), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh
irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait.[2]
Beberapa
pendapat mengenai puisi, antara lain : Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9)
mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik
dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama. Herman J. Waluyo
mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya.[3] Taufik Ismail berpendpat
bahwa puisi merupakan alat pengungkapan fikiran dan perasaan atau sebagai
alat ekspresi. Puisi termasuk bentuk karya sastra yang merupakan bentuk
komunikasi antara sastawan dengan pembacanya, tulisan sastrawan (puisi) dalam
karya sastranya adalah suatu pengungkapan perasaan yang ingin diungkapkan pada
pembaca. dalam penyampaian ide tersebut sastrawan tidak bisa dipisahkan dengan dari
latar belakang dan lingkngannya. Jadi, puisi adalah ragam karya sastra ungkapan
perasaan pengarang menggunakan bahasa yang indah yang terkandung makna dan
adapula unsur-unsur yang terdapat dalam puisi tersebut.
B. Unsur-unsur
Puisi
Secara sederhana, batang tubuh
puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan
makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara
singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
1.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi.
Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan
unsur-unsur yang lain. Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan
kalimat dalam prosa.
2.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik
dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
3.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan)
adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan
bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek,
dan keras lembut ucapan bunyi.
4.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata,
pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi
tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail,
unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan
struktur fisik. Struktur batin
puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1.
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran
bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik
makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
3.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.
Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema
dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan
masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dan rendah pembaca,
dll.
4.
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak,
ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi.
Sedangkan struktur fisik puisi,
atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan
oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi
hal-hal sebagai berikut.
1.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi
seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik.
2.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin
3.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil).
4.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang.
5.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif
disebut juga majas.
C. Jenis-jenis Puisi
Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh
aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
- Jumlah kata dalam 1 baris
- Jumlah baris dalam 1 bait
- Persajakan (rima)
- Banyak suku kata tiap baris
- Irama
Ciri puisi lama:
- Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama
pengarangnya.
- Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan
sastra lisan.
- Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah
baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
- Mantra adalah ucapan-ucapan yang
dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum
putri satulung besar
Yang beralun
berilir simayang
Mari kecil,
kemari
Aku
menyanggul rambutmu
Aku membawa
sadap gading
Akan
membasuh mukamu
- Pantun adalah puisi yang bercirikan
bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku
kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada
jarum patah
Jangan
dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada
kataku yang salah
Jangan
dimasukkan ke dalam hati
- Karmina adalah
pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu
parang sekarang besi (a)
Dahulu
sayang sekarang benci (a)
- Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan
ke Payakumbuh,
Kayu jati
bertimbal jalan
Di mana hati
tak kan rusuh,
Ibu mati
bapak berjalan
- Gurindam adalah
puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir
kurang siasat (a)
Tentu dirimu
akan tersesat (a)
Barangsiapa
tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah
tiada bertiang (b)
Jika suami
tiada berhati lurus (c)
Istri pun
kelak menjadi kurus (c)
- Syair adalah puisi yang bersumber
dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman
dahulu kala (a)
Tersebutlah
sebuah cerita (a)
Sebuah
negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin
sang raja nan bijaksana (a)
- Talibun adalah
pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak
pergi ke pekan
Yu beli
belanak pun beli sampiran
Ikan panjang
beli dahulu
Kalau anak
pergi berjalan
Ibu cari
sanak pun cari isi
Induk semang
cari dahulu
Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama
baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
- Bentuknya rapi, simetris;
- Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun
ada pola yang lain;
- Sebagian besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan
sintaksis)
- Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian
besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan
atas :
- Balada adalah puisi berisi
kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing
dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema
rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama
digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya
Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
- Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan,
seorang pahlawan, tanah air, atau almamater
(Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi
berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian
terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang
bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan
batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan
nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat
derita pada lekuk dan liku
bawah
sayatan khianat dan dusta.
Dengan
hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan
darah dari tangan dan kaki
dari mahkota
duri dan membulan paku
Yang dikarati
oleh dosa manusia.
Tanpa
luka-luka yang lebar terbuka
dunia
kehilangan sumber kasih
Besarlah
mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu
tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
- Ode adalah
puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi
Sekarang
Di atas
puncak gunung fantasi
Berdiri aku,
dan dari sana
Mandang ke
bawah, ke tempat berjuang
Generasi
sekarang di panjang masa
Menciptakan
kemegahan baru
Pantun
keindahan Indonesia
Yang jadi
kenang-kenangan
Pada zaman
dalam dunia
(Asmara
Hadi)
- Epigram adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti
unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk
dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak
ada tempat berdiri
Sikap lamban
berarti mati
Siapa yang
bergerak, merekalah yang di depan
Yang
menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
- Romansa adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti
keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih
mesra
- Elegi adalah
puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama
karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di
Pelabuhan Kecil
Ini kali
tidak ada yang mencari cinta
di antara
gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta
temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk
pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini
tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba
di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai
keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
- Satire adalah puisi yang berisi
sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura
yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas
hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur
jidat penyair-penyair salon,
yang
bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara
ketidakadilan terjadi
di
sampingnya,
dan delapan
juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu
dl kaki dewi kesenian.
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari
bentuknya antara lain:
- Distikon,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita
gagal
Ulangi lagi
dan cari akal
Berkali-kali
kita jatuh
Kembali
berdiri jangan mengeluh
- Terzina, puisi
yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan
bahagia datang
Tersenyum
bagai kencana
Mengharum
bagai cendana
Dalam
bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar
bagai matahari
Mewarna
bagaikan sari
- Kuatrain, puisi
yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang
jua
Kenangan
masa lampau
Menghilang
muncul jua
Yang dulu
sinau silau
Membayang
rupa jua
Adi kanda
lama lalu
Membuat hati
jua
Layu lipu
rindu-sendu
- Kuint,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima
seuntai).
Hanya Kepada
Tuan
Satu-satu
perasaan
Hanya dapat
saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah
merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang saya
serahkan
Hanya dapat
saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah
diresah gelisahkan
Satu-satu
kenyataan
Yang bisa
dirasakan
Hanya dapat
saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan
menerima kenyataan
(Or.
Mandank)
- Sektet,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam
seuntai).
Contoh:
Merindu
Bagia
Jika
hari’lah tengah malam
Angin
berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku
rasa tenggelam
Dalam laut tidak
terwatas
Menangis
hati diiris sedih
(Ipih)
- Septime,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia
Tumpah Darahku
Duduk di
pantai tanah yang permai
Tempat
gelombang pecah berderai
Berbuih
putih di pasir terderai
Tampaklah
pulau di lautan hijau
Gunung
gemunung bagus rupanya
Ditimpah air
mulia tampaknya
Tumpah
darahku Indonesia namanya
- Oktaf/Stanza,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain
atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang
melayang perlahan
Serasa
bermimpi, serasa berangan
Bertambah
lama, lupa di diri
Bertambah
halus akhirnya seri
Dan bentuk
menjadi hilang
Dalam langit
biru gemilang
Demikian
jiwaku lenyap sekarang
Dalam
kehidupan teguh tenang
- Soneta,
adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua,
dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua
masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono
yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Contoh:
Gembala
Perasaan
siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak
berelagu dendang ( b )
Seorang saja
di tengah padang ( b )
Tiada
berbaju buka kepala ( a )
Beginilah
nasib anak gembala ( a )
Berteduh di
bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak
pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke
rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit
sesayup sampai ( a )
Terdengar
olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan
alam nan molek permai ( a )
Wahai
gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku
menurutkan dikau ( c )
Puisi Kontemporer
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini
sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan
keadaan zaman. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi
iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa,
irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini,
yaitu sebagai berikut:
- Sutardji Calzoum Bachri dengan
tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
- Ibrahim Sattah dengan
kumpulan puisinya Hai Ti
- Hamid Jabbar dengan
kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
- Puisi mantra adalah
puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah
orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
- Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk
dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat
tertentu
- Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia
dengan dunia misteri
- Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa
kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Puisi mbeling adalah
bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah
ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama
kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung
sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar
tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling
tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri
puisi mbeling adalah:
- Mengutamakan unsur kelakar; pengarang
memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan
tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang
disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat
Gigi
Seseorang
lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam
tidur ia bermimpi
Ada sikat
gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia
bangun pagi hari
Sikat
giginya tinggal sepotong
Sepotong
yang hilang itu agaknya
Tersesat di
dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia
berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
- Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap
sistem perekonomian dan pemerintahan.
- Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang
bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan
puisi yang mengkritik puisi.
- Puisi konkret adalah
puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah
hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya
menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya
terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau
gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus
Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus
tikus berkampus
diatasnya
dosen
dijerat
profesor
diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan
predikat
sangat
memuaskan
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi
inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
- Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi
(rima) pada
tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi
atau pengulangan-pengulangannya.
- Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi
berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola)
tertentu.
- Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan
baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
Kelakar
(parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian
puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif).[4]
[1]
Abdurrosyid in, “Hobiku Menulis”, diakses http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-unsurnya/,
pada tanggal 16 september 2012 pukul 22:51
[2]
Penyusunan kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, cetakan ke-2 (jakarta
: 1989), h.25
[3]
Abdurrosyid in, “Hobiku Menulis”, diakses http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-unsurnya/,
pada tanggal 16 september 2012 pukul 22:51
[4]
Wikipedia ensiklopedia bebas, puisi, diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Puisi,
pada tanggal 17 september 2012 jam 0:18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar