Cari Blog Ini

Kamis, 02 Januari 2020

SINOPSIS NOVEL "ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN” KARYA STA


Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.
Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.

Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya dibisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.

Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dia walaupun dengan berat hati untuk sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.

Setelah berhasil dan sukses merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena encana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.

Setelah Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.

Awalnya Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut pada Medasing berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia sangat takut pada Medasing, sebab bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh, termasuk mambunuh kedua Orangtuanya. Seluruh anak buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.

Akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing sendiri memang mempunyai karakter yang pendiam. Selama ini Medasing memang terkenal tidak suka bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.

Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.

Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok. Karena sejak kecil hidupnya di dalam lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.

Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sampai di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun.

Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa perampok. Nah, disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka.

Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam yang berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu. Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya.

Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.

Selasa, 26 November 2019

MEMBEDAKAN ‘DI’ SEBAGAI KATA DEPAN DAN IMBUHAN


 ‘di’ sebagai kata depan harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Aturan ini berlaku juga untuk saudara ‘di’ yang lain (ke, dari).

‘di’ sebagai imbuhan, ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di seberangnya ada perapian, di atasnya tergantung periuk logam besar. Di sisi tepat tidur, di tengah dinding, ada pintu. Si kakek membuka pintu itu. Ternyata kini lemari tempat ia menyimpan semua miliknya. Di salah satu rak terlihat dua lembar kemaja, kaus kaki, dan beberapa lembar kain sarung. Di rak lainnya ada piring, cangir, dan gelas. Di rak teratas terlihat sebongkah roti bundar, sosis, ham, dan keju. Semua yang dimiliki si kakek, makanan ataupun pakaian, disimpan di sini.

Dari paragraf di atas, temukan ‘di’ sebagai kata depan dan ‘di sebagai imbuhan.
Bagaimana mengenali ‘di’ sebagai imbuhan atau kata depan.
Kunci:
- kata depan biasanya diikuti kata benda dan kata keterangan tempat/waktu
 [di loteng = di + tempat (loteng); di sini = di + tempat (sini)
 di meja
 di atas
 di kantor
 di utara
 di waktu malam
 di gunung
 di dalam
 di penjara

- imbuhan biasanya diikuti kata kerja
(dimakan = di + kata kerja (makan); dibawa = di + kata kerja (bawa);
 diambil
 dicubit
 dibeli
 ditulis
 dimasak
 dibawa
 dibaca
 dihapus

- Kata benda yang diberi imbuhan (awalan + akhiran) dan mengalami pergeseran makna ditulis serangkai
 Di penjara (kata depan)  dipenjarakan (imbuhan)
 Di rumah (kata depan)  dirumahkan (imbuhan)

- Khusus kata dasar ‘balik’, jika bertemu ‘di’, dapat ditulis serangkai atau terpisah bergantung konteks kalimat.
 Ada sungai besar di balik gedung tua itu.  sebagai kata depan
 Sebelum dijemur, jangan lupa, baju-baju itu dibalik dulu, ya. 

Senin, 25 November 2019

KEUNIKAN IMBUHAN ME-


Ada tiga jenis akibat imbuhan me- bagi kata dasar.

1. Imbuhan me- pada kata dasar yang ‘normal’.

Imbuhan me- tidak mengubah apa pun.
Contoh:
Lihat   melihat
Dengar  mendengar
Lukis   melukis
Baca   membaca
Rasa   merasa
Sontek  menyontek
jadi bukan 'mencontek', ya
karena kata dasarnya 'sontek', bukan 'contek'

2. Imbuhan me- yang meluluhkan kata dasar.

Proses peluluhan fonem ini, bisa disebut Hukum KTSP, bertujuan untuk memudahkan artikulasi atau pengucapan. Imbuhan me- +KTSP = luluh

Yang dimaksud KTSP adalah kata dasar yang berawalan huruf k, t, s, p
Mengapa menggunakan istilah ktsp? Supaya lebih mudah diingat saja karena akronimnya sama dengan nama kurikulum belajar.
Kata dasar yang berawalan huruf k, t, s, p memiliki beberapa aturan main yang tidak biasa.
ini termasuk bagian yang sering dibahas, tetapi masih banyak yang sering melupakan juga

a). Me- + KTSP  = luluh
Syarat huruf kedua kata dasar berupa huruf vokal
Contoh:
Konsumsi   mengonsumsi
Pandang   memandang
Pesona   memesona
Pukul    memukul
Tolong   menolong

b). Me- + KTSP = tidak luluh/lebur
Syarat huruf kedua dari kata dasar itu berupa huruf konsonan.
Proses        memproses
Traktir        mentraktir
Kritik          mengkritik
Program     memprogram
Kristal        mengkristal

Kata dasar berawalan huruf KTSP dengan huruf kedua berupa huruf konsonan bisa melebur jika mendapat awalan pe-
Proses        pemroses
Program     pemrogram

c). Kata-kata yang mengalami imbuhan bertingkat (me- dan pe- sekaligus) tidak luluh.
Contoh: memperhatikan.
Kuncinya: cari kata dasarnya.

d). Pengecualian aturan
- ‘mengkaji’ tidak berubah menjadi ‘mengaji’ karena keduanya memiliki makna yang berbeda.
- ‘mempunyai’ tidak berubah menjadi ‘memunyai’.
- ‘penyair’ tidak berubah menjadi ‘pensyair’

mengapa 'mempunyai tidak 'memunyai'? ada yang mengatakan karena kata dasarnya bukan 'punya' tetapi 'empunya'

3. Jika imbuhan me- ditambahkan pada kata yang bersuku tunggal seperti sah, pel, tes, dan lain-lain, awalan berubah menjadi ‘menge-‘

Bom  mengebom,          bukan membom
Cat  mengecat,               bukan mencat
Las  mengelas,               bukan melas
Lap  mengelap,              bukan melap.
Pel  mengepal,               bukan mempel

Minggu, 19 Mei 2019

Aliran-aliran dalam sastra


1.    Romantisme. Romantisme adalah aliran kesenian kesusasteraan yang mengutamakan perasaan. Oleh karena itu. romantisme bisa dikatakan aliran yang mementingkan penggunaan bahasa yang indah.dan bisa mengharukan.
Ciri-cirinnya : Dijelaskan secara sedetail-detailnya
                          Berbicara tentang cinta.
Contoh karya : Novel      : Siti Nurbaya ( Marah Rusli )
                            Puisi           : Tanah Air (Muhamad Yamin)
                            Drama       : Hamlet ( WS. Rendra )
Analisis                 :
Aliran romantisme ini menekankan kepada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya. Untuk mewujudkan pemikirannya, pengarang menggunakan bentuk pengungkapan yang seindah-indahnya dan sesempurna-sempurnanya. Aliran romantisme biasanya dikaitkan dengan masalah cinta karena masalah cinta memang membangkitkan emosi. Tetapi anggapan demikian tidaklah selamanya benar

2.    Idealisme
Idealisme adalah hamper sama dengan romantisme namun keindahan dalam idealisme berupa cita-cita atau harapan..
Ciri-cirinnya : Berupa angkatan Pujangan Baru
                         
Contoh karya : Novel      : Layar Terkembang ( Sutan Takdir Ali Syahbana )
                            Puisi           : Nyanyian Sunyi  ( Amir Hamzah )
                            Drama       : Manusia Baru ( Sanusi Pane )
Analisis
Istilah-istilah idealisme, , adalah istilah yang digunakan dikalangan ilmu filsafat sebagai suatu paham, pandangan, atau falsafah hidup yangakhirnya di kalangan ilmu sastra merupakan aliran yang dianut seseorang dalam menghasilkan karyanya. Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periodetertentu. Setiap periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para pengarang pada masa itu. Bahkan unsur aliran yangmenjadi mode pada periode tertentu merupakan ciri khas karya sastra yang berada pada masa tersebut.

3.    Realisme
Realisme adalah aliran yang diibaratkan seperti potensi yang memotret apa adanya dan secara obyektif ( apa yang ditulis sangat obyektif )..
Ciri-cirinnya : Berupa angkatan 45, dan pada tahun 66 Realisme melahirkan Aliran yaitu Realisme social yang menceritakan rakyat bawah.
                         
Contoh karya : Novel      : Perempusn dan Kebangsaan ( Idrus )
                            Puisi           : Penerimaan ( Chairil Anwar )
                            Drama       : Orang-orang di Tikungan Jalan ( WS. Rendra )
Analisis
Aliran Realisme yaitu aliran yang selalu berusaha melukiskan keadaan atau peristiwa sesuai dengan kenyataan dan selalu mengungkapkan hal-hal yang baik atau tidak membuat orang tersinggung. Karya sastra angkatan 45 baik puisi maupun prosa banyak dipengaruhi oleh aliran realisme.

4.    Impresionisme  
Impresionisme adalah karya sastra yang menceritakan dengan kesannya.
Ciri-cirinnya : Angkatan Pujangan Baru (selain Idealise Pujangga Baru juga menyangkut tentang Impresionisme.
Perbedaan setiap orang.
                         
Contoh karya : Novel      : Tenggelamnya Kapal Vanderwijk ( Hamka )
                            Puisi           : Candi ( Sanusi Pane )
                            Drama       : Mastodon dan Burung Kondor WS . Rendra )
Analisis
Impresionisme berarti aliran dalam bidang seni sastra, seni lukis, seni musik yang lebih mengutamakan kesan tentang suatu objek yang diamati dari pada wujud objek itu sendiri. Di bidang seni lukis, aliran ini bermula di Perancis pada akhir abad ke-l9.. Di dalam seni sastra aliran impresionisme tidak berbeda dengan aliran realisme, hanya pada impresionisme yang dipentingkan adalah kesan yang diperoleh tentang objek yang diamati penulis. Selanjutnya, kesan awal yang diperoleh pengarang diolah dan dideskripsikan menjadi visi pengarang yang sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
Karya sastra yang beraliran impresionisme pada umumnya terdapat pada masa angkatan Pujangga Baru, masa Jepang, yang pada masa itu kebebasan berekspresi tentang cita-cita, harapan, ide belum dapat disalurkan secara terbuka. Semua idealisme disalurkan melalui bentuk yang halus yang maknanya terselubung.

5.    Ekspresionisme  
Ekspresionisme adalah bentuk pengungkapan yang menceritakan pada perasaan yang meluap-luap.
Ciri-cirinnya : Revolisioner. ( Angkatan 45 )

Contoh karya : Novel      :  Perempuan dan Kebangsaan ( Idrus )
                            Puisi           :  Antara Kerawang Bekasi ( Chairil Anwar )
                            Drama       :  To Damascus (August Strindberg (penulis drama Swedia )
Analisis
Aliran Ekspresionisme yaitu aliran yang selalu menekankan pada segenap perasaan atau jiwa sepenuhnya (adanya aku atau subyek). Kalimat yang digunakan tidak panjang-panjang tetapi kalimat pendek berisi dan seringkali menggunakan kalimat yang hanya terjadi dari satu patah kata saja.

6.    Naturalisma  
Naturalisma adalah realisme negatif
Ciri-cirinnya : Vulgar (menggambarkan hal-hal yang tidak ada moral)

Contoh karya : Novel      :  Belenggu ( Armyn Pane )
                            Puisi           :  Malam jahanam ( Motinggo Busye )
                            Drama       :  Bip-Bop ( WS. Rendra )
Analisis
Aliran Naturalisme yaitu suatu aliran yang melukiskan sesuatu apa adanya tetapi selalu memandang kepada hal-hal yang bersifat buruk atau mesum baik memilih bahan dari masyarakat yang bobrok/mesum maupun baha s/cara melukiskan kasar, tanpa melihat kesusilaan.

7.    Simbolisme  
Simbolisme adalah aliran yang dalam karya sastra yang menggunakan symbol-simbol
Ciri-cirinnya : Fabel ( cerita tentang binatang ), Wayang Mbeling

Contoh karya : Novel      :  Kalilah dan Dimnah
                            Puisi           :  Sajak-sajak sepatu tua (WS Rendra)
                            Drama       :  Lingkaran Kapur Putih (WS Rendra)
Analisis
Simbolisme adalah aliran kesusastraan yang penyajian tokoh-tokohnya bukan manusia melainkan binatang, atau benda-benda lainnya seperti tumbuh-tumbuhan yang disimbolkan sebagai perilaku manusia. Binatang-binatang atau tumbuh-tumbuhan diperlakukan sebagai manusia yang dapat bertindak, berbicara, berkomunikasi, berpikir, berpendapat sebagaimana halnya manusia. Kehadiran karya sastra yang beraliran simbolisme ini biasanya ditentukan oleh situasi yang tidak mendukung pencerita atau pengarang berbicara. Pada masyarakat lama, misalnya di mana kebebasan berbicara dibatasi oleh aturan etika moral yang mengikat kebersamaan dalam kelompok masyarakat, pandangan dan pendapat mereka disalurkan melalui bentuk-bentuk peribahasa atau fabel.

8.    Mistisme  
Mistisme adalah aliran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang goib, masalah yang tidak dapat dicapai oleh indera kita
Ciri-cirinnya : Danarto, dalam puisis di sebut sufisme

Contoh karya : Novel      :  Orang Jawa Naik Haji ( Danarto )
                            Puisi           :  Gurindam Dua Belas ( Radja Ali Haji )
                            Drama       :  Shalawat Barzanji ( WS. Rendra )
Analisis
Mistisisme adalah aliran dalam kesusastraan yang mengacu pada pemikiran mistik, yaitu pemikiran yang berdasarkan kepercayaan kepada Zat Tuhan Yang Maha Esa, yang meliputi segala hal di alam ini. Karya sastra yang beraliran mistisisme ini memperlihatkan karya yang mencari penyatuan diri dengan Zat Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan Semesta Alam. Pada masa kesusastraan Klasik dikenal Raja Ali Haji dengan Gurindam Dua Belas-nya yang sarat dengan ajaran mistik. Pada karya-karya sastra sekarang ini yang memperlihatkan aliran mistik, misalnya Abdul Hadi W.M., Danarto, dan Rifai Ali.

9.    Eksistensialisme 
Eksistensialisme adalah Aliran ini adalah aliran di dalam filsafat yang muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap dikotomi
Ciri-cirinnya : Ingin mencari jalan keluar dari keuda pemikiran ekstrim tersebut.

Contoh karya : Novel      :  Merah-merah (Iwan Simatupang)
                            Puisi           :  Kawanku dan Aku ( Chairil Anwar )
                            Drama       :  Taman ( IWan Simatupang )
Analisis
Aliran ini adalah aliran di dalam filsafat yang muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap dikotomi aliran idealisme dan aliran materialisme dalam memaknai kehidupan ini. Aliran idealisme yang hanya mementingkan ide sebagai sumber kebenaran kehidupan dan materialisme yang menganggap materi sebagai sumber kebenaran kehidupan, mengabaikan manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai keberadaan sendiri yang tidak sama dengan makhluk lainnya. Idealisme melihat manusia hanya sebagai subjek, hanya sebagai kesadaran, sedangkan materialisme melihat manusia hanya sebagai objek. Materialisme lupa bahwa sesuatu di dunia ini disebut objek karena adanya subjek. Eksistensialisme ingin mencari jalan ke luar dari kedua pemikiran yang dianggap ekstrem itu yang berpikiran bahwa manusia di samping ia sebagai subjek ia pun juga sekaligus sebagai objek dalam kehidupan ini (Ahmad Tafsir,1994 hal 193).
Kata eksistensi berasal dari kata exist, bahasa Latin yang diturunkan dari kata ex yang berarti ke luar dan sistere berarti berdiri. Jadi eksistensi berarti berdiri dengan ke luar dari diri sendiri. Pikiran seperti ini dalam bahasa Jerman dikenal dengan dasei. Dengan ia ke luar dari dirinya, manusia menyadari keberadaan dirinya, ia berada sebagai aku atau sebagai pribadi yang menghadapi dunia dan mengerti apa yang dihadapinya dan bagaimana menghadapinya. Dalam menyadari keberadaannya, manusia selalu memperbaiki, atau membangun dirinya, ia tidak pernah selesai dalam membangun dirinya.

Selasa, 14 Mei 2019

Laporan Bacaan Novel "Sekali Peristiwa di Banten Selatan"


Judul                     : Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Pengarang          : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit              : Lentera Pranata

                Menceritakan tentang perubahan seorang rakyat kecil yang menjadi pemimpin bernama Ranta, yang pada awalnya dia disiksa dan direndahkan oleh seorang penguasa sombong, pengecut yang bernama Juragan Musa yang merupakan anggota dari Kelompok Darul Islam yang dikenal sangat kejam yang kebiasaanya merebut kebahagiaan masyarakat ditempat tinggal Ranta.
                Ketika Juragan Musa ditangkap dan Ranta diangkat menjadi Lurah di desanya , dia melakukan perubahan di desa tersebut, melakukan pembangunan desa secara Gotong royong sehingga desanya kini tidak lagi menjadi desa yang jauh dari sejahtera. Dan sebaliknya kini desa yang ia pimpin kini menjelma menjadi desa yang penuh kabahagiaan dan harapan.

Rabu, 01 Mei 2019

LINGUISTIK UMUM


Ilmu linguistik disebut juga linguistik umum, artinya ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasanya saja tetapi mempelajari seluk-beluk bahasa pada umumnya.
Sedangkan, bahasa adalah sistem yang bersifat sistemis sekaligus sistematis, sistematis bukan suatu sistem yang tunggal melainkan terdiri dari berbagai subsistem : fonologi,morfologi. (sistematis itu sistemnya, sedangkan sistemis itu sifatnya).
Bahasa = penerjemah simbol, contoh : Rp.1000 – (seribu rupiah)
Bahasa ditinjau ada 2, yaitu :
-          Konfensional : seperti buang kamus KBBI yang telah ditetapkan.
-          Arbitrer : yang mana suka, berlaku pada kalangan masyarakat tertentu.
Dialeg :  satu arti banyak bahasanya (bahasa daerah), Seperti : api, apo, ape (apa).
Klatika : proses penyingkatan
               Seperti: Dia – Nya
                             Saya – ku
                             Kau – mu
Subdisiplin linguistik:
-          Linguistik struktural : linguistik yang menekankan pada linguistik gramatikal.
Seperti : - Men & S = luluh, contohnya : menyapu.
               - Men & C = tetap, contohnya : mencintai.
-      linguistik fungsional : misal 4.6.4.6 (bahasa digunakan dalam lingkungan angkot).
 -     linguistik deskriptif : kajian bahasa pada masa tertentu, misalnya mengkaji bahasa  jawa dan masa kini.
     -      linguistik komparatif : perbandingan bahasa
     -      sosiolinguistik (sosiologi + linguistik)
            Contoh kalimat : kesini.
                                         Kesini!
                                         Kesini?
-          Psikolinguistik (psikologi + linguistik) : register & sosial.
Seperti mempelajari otak kiri (pandai menghitung) dan otak kanan (pandai berbahasa)
Fonologi : - fonetik (bunyi atau penekanan)
     - fonemik/fonem (lebih menekankan makna)
       Contoh : - bahu & -baku
                        (terjadi perbedaan fonemik atau makna)
Morfem : satuan bahasa terkecil yang tidak dapat dibagi lagi yang mempunyai makna.
Tujuan morfem untuk mengetahui kelas kata. Stem (kata dasar)
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari (derifasi) penurunan kata, misal : berkepemimpinan (ber,ke-an,pen,pimpin), datang (morfem zero, yang sudah melekat di morfem itu sendiri).
Klasifikasi morfem :
Morfem bebas  (morfem tersebut dapat digunakan tanpa harus digabungkan dengan morfem          lain, contoh: pulang,makan,rumah dll) & morfem terikat (morfem tanpa digabungkan dengan morfem lain tidak muncul dalam penuturan).
Sematik adalah ilmu yang mempelajari makna dalam satu bahasa (makna leksikal, gramatikal & kontekstual).
Hakikat makna :           Konsep : pemaknaan yang tercipta dalam memori kita.
         
Lambang (matahari)..................referen
         Bertolak belakang antara lambang & referen karena bersifat konotatif.
Makna lesikal (menyelidiki makna dari leksem(kata) dari bahasa tersebut, misal : wong jowo kudu ngerti jowone).
Simantik sintaktial contohnya : Eko pergi ke parung
                                   Fungsi :  S               P        O
                                                                Leksikal : laki-laki, berani.
Pragmatik : tentang bagaimana bahasa itu dipakai oleh masyarakat sebagai komunikasi.
Dalam pragmatik mempelajari  deiksis :
Contoh : + siapa yang dipintu ? - saya (diluar)            berbeda saya yang diluar dengan saya            - saya (didalam)         yang didalam.


Senin, 29 April 2019

KONTIGUITAS DAN SINONIMI DALAM BAHASA INDONESIA




1.      Pendahuluan.
Secara garis besar elemen bahasa terdiri atas dua macam, yakni elemen bentuk dan elemen makna, atau lebih ringkasnya disebut bentuk dan makna. Bentuk adalah elemen dari fisik tuturan. Bentuk dari tataran terendah sampai dengan tataran tertinggi diwujudkan dengan bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Bentuk-bentuk kebahasaan seperti morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana memiliki konsep yang bersifat mental dalam pikiran manusia yang disebut makna (sense). Makna adalah konsep abstrak pengalaman manusia, tetapi bukanlah pengalaman orang per orang. Bila makna merupakan pengalaman orang per orang maka setiap kata akan memiliki berbagai macam makna karena pengalaman individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda, tidak mungkin sama (Wijana, 2008: 9 & 11).
Makna, yang merupakan komponen abstrak tuturan, berkaitan dengan isi yang terkandung di dalam bentuk dan yang menimbulkan reaksi di dalam pikiran pendengar atau pembaca melalui kata, frasa, klausa, dan kalimat (Wijana, 1999: 1). Aspek makna kebahasaan yang merupakan aspek sentral dalam komunikasi itulah yang dikaji dalam semantik. Di dalam semantik, satuan-satuan kebahasaan memiliki relasi bentuk dan makna dengan satuan kebahasaan yang lain. Salah satu relasi bentuk dan makna yang memiliki kedudukan sentral di dalam semantik adalah relasi sinonimi. Sinonimi merupakan relasi yang terdapat di antara dua kata atau lebih yang memiliki makna yang hampir atau kurang lebih sama karena kesamaan di antara kata yang bersinonim itu hanya menyangkut makna denotatif, sedangkan makna konotatifnya tetap memperlihatkan adanya perbedaan atau nuansa.
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya kata-kata yang bersinonimi, diantaranya untuk mencari padanan kata yang berasal dari bahasa daerah, bahasa nasional, atau bahasa asing. Sebagai contoh, kukul (bahasa Jawa) bersinonimi dengan jerawat (bahasa Indonesia), diabetes  bersinonimi dengan penyakit kencing manis, telepon genggam bersinonimi dengan kosakata yang berasal dari bahasa asing, yakni handphone. Sinonimi dapat pula muncul antarkata (frasa atau kalimat) yang berbeda ragam bahasanya, seperti bini (ragam bahasa percakapan tidak resmi) dengan istri (ragam resmi), bokap (ragam bahasa remaja) dengan ayah (ragam resmi). Kata-kata yang mendapat nilai rasa (konotasi) yang berbeda juga dapat bersinonimi, seperti partai gurem (perasaan negative) dengan partai kecil (perasaan netral). Meskipun demikian, “Kata-kata”, kata Dr. Johnson (Ullman, Sumarsono, 2007: 175), “jarang bersinonim betul”. Maculay mengemukakan gagasan serupa dalam arti akan mengomentari linguis modern: “Ubahlah struktur kalimat; gantilah satu sinonim dengan yang lain; maka keseluruhan efek kalimat itu akan hancur”. Dalam linguistik masa kini hampir menjadi aksiomatis bahwa sinonim yang mutlak itu tidak ada. Menurut Bloomfield (lihat Language hal. 145) setiap bentuk bahasa mempunyai makna yang konstan dan spesifik. Jika bentuk-bentuk bahasa itu berbeda secara fonemis, maka kita bisa berharap bahwa maknanya juga berbeda.
Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa lain terdapat kata-kata yang bersinonim, tetapi penggunaannya berbeda yang satu dari yang lain. Dalam bahasa Indonesia, kata mati digunakan untuk mengacu pada makhluk yang sudah tidak bernyawa, misalnya manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan kata tewas digunakan untuk mengacu ke makna ‘tak bernyawa’, tetapi terjadi dalam peperangan, bencana, dan kecelakaan. Kata tersebut memiliki makna yang sama hanya penggunaannya yang berbeda.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih, yang memiliki makna yang sama atau hampir sama yang sering, tetapi tidak selalu dapat saling mengganti dalam kalimat (Cahyono, 1995: 208). Sebuah makna dapat diidentifikasikan apabila dibandingkan dengan kata-kata lain yang maknanya berdekatan dan berlawanan sebab hanya di dalam suatu medan, makna dapat dijumpai (Trier, Pujiastuti, 2001: 7).
Kata-kata yang maknanya berdekatan dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan kata-kata yang bersifat kontigu.  Hubungan yang sifatnya kontigu (bersinggungan) adalah hubungan antara leksem yang satu dengan yang lain di dalam satu medan yang mempunyai makna yang bersinggungan. Masing-masing makna dari suatu leksem secara distingtif dilawankan dengan makna-makna relasi lain. Atau dapat dikatakan, hubungan kontiguitas merupakan hubungan antarmakna yang membentuk satu wilayah makna dan perbedaan makna yang satu dengan yang lain, sekurang-kurangnya dibedakan oleh satu komponen makna. Kontiguitas dapat diartikan sebagai makna yang berdampingan, bersebelahan, atau berdekatan. Misalnya kata melirik dan mengerling memiliki hubungan makna kontiguitas (Nida, 1975: 15).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa sinonimi berkaitan dengan dua kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, sedangkan kontigu berkaitan dengan relasi antara kata atau leksem yang satu dan leksem lainnya yang mempunyai makna yang bersinggungan. Kedua jenis relasi makna tersebut banyak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Bagi penutur yang bukan merupakan penutur asli bahasa Indonesia, kadang-kadang agak sulit untuk membedakan keduanya. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimanakah penggunaan sinonimi dan kontigu dalam bahasa Indonesia. Dengan memaparkan penggunaan kedua relasi makna dalam semantik tersebut diharapkan perbedaan keduanya dapat diidentifikasi.

2.      Pembahasan
Pada bagian ini akan diuraikan dua jenis relasi semantik dalam bahasa Indonesia, yaitu sinonimi dan kontiguitas. Untuk melihat bagaimana penggunaan sinonimi maupun kontiguitas dalam bahasa Indonesia akan disertakan beberapa contoh berikut penjelasannya.

2.1    Sinonimi
Sinonimi digunakan untuk menyatakan sameness of meaning ‘kesatuan arti’. Hal tersebut dilihat dari kenyataan bahwa para penyusun kamus menunjukkan sejumlah perangkat kata yang memiliki makna sama; semua bersifat sinonim, atau satu sama lain sama makna, atau hubungan diantara kata-kata yang mirip (dianggap mirip) maknanya (Djajasudarma, 1999: 36). Dengan demikian, kita dapat mencari makna, misalnya  kata pandai bersinonim dengan cerdas dan pintar, ringan bersinonim dengan enteng, lafal bersinonim dengan ucapan, kotor bersinonim dengan noda, dst.
Walaupun kata-kata bersinonim tersebut memiliki kesamaan makna, tetapi makna itu tidak bersifat menyeluruh (total). Kesinoniman yang menyeluruh (complete synonim) tidak pernah dijumpai. Menurut Bloomfield, setiap bentuk kebahasaan yang memiliki struktur fonemis yang berbeda dapat dipastikan memiliki makna yang berbeda, betapapun kecilnya.
Adapun yang dimaksud dengan kata-kata bersinonim total oleh Bloomfield adalah pasangan kata yang memiliki kesamaan makna secara menyeluruh sehingga saling dapat menggantikan dalam seluruh konteks pemakaian. Jadi, di dalam konteks apapun kata itu muncul, akan selalu dapat digantikan oleh pasangan sinonimnya. Pasangan kata-kata semacam itu tidak pernah ditemukan di dalam bahasa manapun. Sebagai pembuktian, marilah diperiksa kesinoniman kata ayah, bapak, dan papa di dalam bahasa Indonesia. Ketiga kata ini memang dapat saling menggantikan dalam konteks (1a), (1b), dan (1c), tetapi tidak dapat berperilaku serupa dalam (2a), (2b), dan (2c).
(1a). Kemarin ayah saya tiba dari Solo.
(1b).  Kemarin bapak saya tiba dari Solo.
(1c). Kemarin papa saya tiba dari Solo.
(2a). Bapak-bapak dan ibu-ibu yang kami hormati
(2b). *Ayah-ayah dan ibu-ibu yang kami hormati
(2c). *Papa-papa dan ibu-ibu yang kami hormati
Fenomena (1) dan (2) di atas, menunjukkan bahwa bapak memiliki komponen makna yang lebih luas dibandingkan dengan ayah dan papa. Kata bapak dapat mengacu pada ‘orang laki-laki yang memiliki atau tidak memiliki hubngan darah’, dan kata ini dapat digunakan dalam situasi formal atau tidak formal. Sementara itu, kata ayah dapat digunakan dalam situasi formal dan tidak formal, tetapi hanya mengacu kepada ‘lelaki yang memiliki hubungan darah. Kata papa hanya digunakan untuk mengacu kepada orang laki-laki yang memiliki hubungan darah dalam situasi pemakaian yang tidak formal. Kata ayah dan bapak dapat digunakan untuk mengacu baik kepada yang berstatus sosial tinggi maupun rendah, sedangkan papa hanya untuk orang yang memiliki status sosial tinggi.
Ullmann (dalam Wijana, 2008: 31) mengikhtisarkan kemungkinan perbedaan kata-kata bersinonim itu, sebagai berikut.
1.          Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih umum daripada anggota pasangan lannya. Misalnya kata memasak maknanya lebih umum daripada kata mengukus, merebus, menggoreng, menumis, membakar, memanggang, menyangrai, menggodok, dsb.
2.          Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih intensif dibandingkan pasangan lainnya. Misalnya kata gemar lebih intensif daripada kata suka atau senang.
3.          Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih halus/sopan dibandingkan pasangan lainnya. Misalnya kata santap lebih sopan dibandingkan dengan kata makan.
4.          Makna sebuah kata lebih literer (bersifat kesastraan) dibandingkan dengan pasangan sinonimnya. Misalnya kata surya dibandingkan dengan kata matahari. Berikut penggunaannya dalam kalimat.
(3a) Wati tidak jadi menjemur pakaian karena tidak ada matahari
(3b) Burung itu mulai berkicau seiring tirbitnya sang surya di ufuk timur.
5.          Makna sebuah kata lebih kolokuial (tuturang yang tidak formal) dibandingkan dengan pasangan sinonimnya. Misalnya, kata bikin lebih kolokuial dbandingkan dengan kata buat.
6.          Salah satu anggota pasangan sinonim maknanya lebih dialektal atau bersifat kedaerahan dibandingkan dengan anggota pasangan yang lain. Misalnya, kata saya memiliki beberapa pasangan sinonim bersifat dialektal, yaitu gue, beta, aye, ane, dsb.
7.          Salah satu anggota pasangan sinonim merupakan kosakata bahasa anak-anak untuk menjaga kesantunan. Misalnya, kata tidur, makan, dan minum diganti dengan kata bobo, maem, dan mimik.



2.2    Kontiguitas
Relasi kontiguitas adalah hubungan antara leksem yang satu dengan leksem yang lain di dalam satu medan yang mempunyai makna yang bersinggungan. Masing-masing makna dari suatu leksem secara distingtif dilawankan dengan makna-makna relasi lain.
a.        Contoh relasi kontiguitas dalam verba ‘Membawa’
Kata ‘membawa’ berarti memegang atau mengangkat sesuatu sambil berjalan atau bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain (KBBI, 2005: 115). Ada beberapa hubungan kontiguitas yang terdapat di antara leksem-leksem yang mengandung makna ‘membawa’. Leksem panggul, pikul, dan usung mempunyai hubungan kontiguitas atas dasar kesamaan makna tertentu dan dibedakan atas beberapa komponen diagnostik. Contoh hubungan kontiguitas yang lain yaitu antara leksem gotong dan usung; bopong dan gendong; dan antara leksem gelandang, giring, seret, dorong, dan tarik.
Hubungan kontiguitas yang terdapat di antara panggul, pikul, dan usung didasarkan atas komponen umum “objek bertumpu pada bahu”. Bentuk alat yang dipergunakan pada waktu melakukan aktivitas memikul dan mengusung berbeda. Alat yang dipergunakan untuk memikul bernama pikulan, sedangkan alat untuk mengusung namanya usungan.
Ketiga leksem itu disatukan oleh komponen makna dan masing-masing dibedakan dengan unsur diagnostik yang berbeda antara leksem yang satu dengan yang lain.
            4a. Anak itu yang telah membantu memanggul koperku.
            4b. Anak itu yang telah membantu memanggul koperku di bahu kanannya.
            *4c. Anak itu yang telah membantu memanggul koperku di kepalanya.
            *4d. Anak itu yang telah membantu memanggul koperku di lengannya.

Kalimat 4c dan 4d tidak berterima karena leksem memanggul berarti ‘membawa di atas bahu’. Jadi, tidak mungkin kata memanggul digunakan untuk menjelaskan makna kata membawa barang di atas kepala atau di lengan.
“Bahu sebagai tumpuan” merupakan unsur komponen yang dimiliki oleh leksem panggul. Demikian juga halnya dengan leksem ‘usung’, ada komponen ‘bahu sebagai tumpuan’.
5a. Mereka sedang mengusung jenazah Pak Tirta.
5b. Mereka sedang mengusung jenazah Pak Tirta, peti sebelah kanan diusung di bahu kiri
      Budi, Eko, Tio, sedangkan peti sisi kiri di bahu kanan Ajis, Indra, dan Dani.
*5c. Mereka sedang mengusung jenazah Pak Tirta, peti sebelah kanan diusung di kepala
        kiri Budi, Eko, Tio, sedangkan peti sisi kiri di kepala kanan Ajis, Indra, dan Dani.
Tuturan 5c tidak berterima karena perluasan makna yang menggunakan di kepala mengandung makna yang bertentangan dengan makna leksem usung.
Komponen diagnostik yang membedakan leksem giring dengan seret, dorong, atau tarik adalah ‘menuju tempat tertentu’. Berikut ini contoh penggunaannya dalam kalimat.
6a. Anjing itu menyeret tulang yang diberikan adikku.
6b. Anjing itu menyeret tulang yang diberikan adikku kesana kemari.
7a. Adik menarik mobil-mobilannya dengan seutas tali.
7b. Adik menarik mobil-mobilannya dengan seutas tali kesana kemari.
8a. Amat bertugas menggiring sapi-sapinya.
*8b. Amat bertugas menggiring sapi-sapinya kesana kemari.
8c. Amat bertugas menggiring sapi-sapinya ke padang rumput.
Kalimat 8b tidak berterima karena kata menggiring memiliki tujuan ke suatu tempat atau ke tempat tertentu.
b.        Contoh relasi kontiguitas dalam verba ‘melihat’
Kata melihat adalah kata yang secara umum mengungkapkan ihwal mengetahui sesuatu melalui indera mata. Jadi kata itu tidak hanya menyatakan ihwal membuka mata serta menunjukkannya ke objek tertentu, tetapi juga ihwal mengetahui objek itu. Kata melihat sendiri memiliki beberapa leksem-leksem yang menunjukkan hubungan kontiguitas, yaitu memandang, menatap, mengamati, menonton, menyaksikan, dan meninjau. Perbedaan komponen diagnostik itu tampak pada kalimat berikut.
            9a. Dia memandang orang asing itu dengan heran.
*9b. Dia meninjau orang asing itu dengan heran.
10a. Ia menatap lukisan yang dipamerkan itu satu per satu.
*10b. Ia menonton lukisan yang dipamerkan itu satu per satu.
11a. Mereka menonton pertandingan tinju itu melalui televisi.
*11b. Mereka meninjau pertandingan tinju itu melalui televisi.
12a. Bupati akan meninjau kecamatan yang dilanda banjir besok pagi.
*12b. Bupati akan menyaksikan kecamatan yang dilanda banjir besok pagi.
13a. Ia menyaksikan ujicoba mesin yang dirakitnya.
*13b. Ia menatap ujicoba mesin yang dirakitnya.
Kata memandang (9a) menyatakan perbuatan memperhatikan objek dalam waktu yang agak lama dan dengan arah yang tetap. Perbuatan itu melibatkan emosi pelakunya. Kata menatap (10a) menyatakan perbuatan memperhatikan objek yang tetap dari jarak dekat. Kata menonton (10b) menyatakan perbuatan melihat objek karena didorong oleh rasa ingin tahu akan apa yang terjadi. Perbuatan itu juga dapat dimaksudkan untuk menghibur diri. Kata meninjau (12a) semula menyatakan perbuatan melihat dari tempat yang tinggi. Kata itu kini sering digunakan untuk menyatakan perbuatan mendatangi sesuatu tempat untuk mengetahui keadaannya. Pelakunya adalah orang yang memiliki wewenang atau hak untuk melakukan peninjauan. Kata menyaksikan (13a) menyatakan perbuatan melihat sesuatu untuk mengetahui kebenarannya.

3.      Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sinonimi berbeda dengan kontiguitas. Sinonimi berkaitan dengan makna yang sama (hampir sama) dari dua kata atau lebih, sedangkan kontiguitas berhubungan dengan relasi antara kata yang satu dan kata yang lainnya yang  mempunya makna yang bersinggungan (berdekatan). Kata yang mempunyai relasi kontiguitas tidak bisa saling menggantikan dalam penggunannya, sedangkan kata yang bersinonim ada yang bisa saling menggantikan meskipun lebih banyak kata yang tidak bisa saling menggantikan.