BAB
I
PENDAHULUAN
Pembelajaran
dan pemakaian kata bahasa indonesia di lingkungan masyarakat terdapat jenis
makna dan arti dalam berbahasa. Pada semantik terdapat jenis makna dan arti
yang dapat diklarifikasikan menjadi arti leksikal dan gramatikal, arti
denotatif dan arti konotatif, dan arti literal dan non literal. Akan tetapi klarifikasi makna dan arti setiap tokoh biasanya mengklarifikasikannya
berbeda-beda.
Pemakaian
kata dalam bahasa indonesia dapat diartikan secara leksikal atau konsep, tapi
juga dapat diartikan secara kontekstual, sesuai dengan situasi pemakaiannya.
Kemungkinan sebuah kata diartikan secara leksikal maupun kontekstual dalam
mengungkapkan maksud, penggungkapan maksud ini dapat bermakna kata arti
denotatif atau arti konotatif. Namun arti denotatif maupun arti konotatif
terkadang terjadi kekeliruan yang terdapat dalam pembelajaran dan pemakaian
kata bahasa indonesia. Materi ini
dipilih adalah untuk meneliti kesesuaian antara materi yang ada dalam semantik
tentang arti denotasi dan konotasi dengan materi yang ada dalam Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia SMK kelas XI dan XII. Jika dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia SMK kelas XI dan XII materi yang disajikan hanya dalam gambaran umum,
dalam semantik akan dibahas secara lebih terperinci agar dalam pengajarannya
nanti diharapkan kita memiliki pengetahuan lebih mengenai materi yang akan
disampaikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Teoritis Denotasi dan Konotasi (Teori Semantik)
1. Istilah
denotasi (denotation) digunakan dalam konsep yang berbeda dalam
semantik, yaitu:
a. Menurut
Trask mengemukakan bahwa denotasi mengacu kepada arti sentral dari sebuah
bentuk linguistik yang dapat dipertimbangkan sebagai hal yang diacunya.
b. Hartmann
dan James mendefinisikan denotasi sebagai “an aspect oh meaning that relates
a word or phrase to the objective referent it expresses” atau aspek arti
yang menghubungkan bentuk linguistik dengan acuan objektif yang dimaksudkan.
c. Cruse
mengemukakan bahwa yang dimaksud denotasi adalah aspek arti dari bentuk
linguistik yang secara potensial dapat dijadikan dasar untuk membuat penyataan
yang benar tentang dunia. Menurutnya denotasi mencakupi persoalan ekstensi
dan intensi. Ekstensi dari sebuah bentuk linguistik mencakupi
seluruh entitas yang dapat didenotasikan oleh bentuk tersebut, misalnya kata
bunga dapat mendenotasi mawar, melati, anggrek, dan sebagainya yang masih
termasuk dalam kelompok bunga; sedangkan intensi dari sebuah bentuk
linguistik mengacu kepada ciri dan atau sifat yang dimiliki bersama oleh
eksistensinya, misalnya ciri atau sifat yang sama antara melati, mawar,
anggrek, dan sebagainya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa arti denotatif adalah
aspek arti dari bentuk linguistik tertentu yang mengandung ciri : 1) merupakan
arti sentral atau inti, 2) menghubungkan bentuk linguistik dengan acuan
objektifnya, 3) dapat dijadikan dasar untuk membuat pernyataan yang benar
tentang dunia. Arti denotatif ini kadang disamakan dengan arti literal, arti
referensial, arti kognitif, dan arti konseptual.
2. Selanjutnya, seperti denotasi, istilah
konotasi (connotation) juga diberi batasan yang berbeda-beda pula, yaitu
:
a. Menurut
Trask mendefinikan konotasi sebagai “the meaning of a word that is broader
than its central and primary sense, often acquired through frequent
associations” atau arti kata yang lebih luas dari makna sentral dan makna
utamanya yang biasanya diperoleh melalui asosiasi yang berulang.
b. Richards
dan Schimdt mengemukakan bahwa konotasi arti tambahan dari kata atau frasa yang
melampaui arti sentralnya. Berdasarkan acuan dari kata atau frasa tersebut,
arti tambahan tersebut memperlihatkan emosi dan sikap penggunanya. Akan tetapi
mereka lebih jauh menambahkan konotasi dapat dimiliki bersama-sama oleh
sekelompok masyarakat yang memiliki latar belakang budaya, sosial, jenis
kelamin, dan umur yang sama, dan konotasi dapat pula hanya dimiliki oleh
seseorang atau beberapa orang dan tergantung kepada pengalaman mereka.
c. Batasan
yang serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Richards dan Smith juga
dikemukakan oleh Hartman dan James yaitu bahwa konotasi adalah aspek arti kata
dari kata atau frasa yang diasosiakan dengan nada tambahan yang bersifat
subjektif emotif.
d. Crystal
juga mengemukakan bahwa konotasi adalah emosional, baik individual maupun
komunal, yang disugestikan oleh sebuah atau sebagian arti dari, unit
linguistik.
e. Adapun
batasan berbeda, menurut pendapat Cruse, bahwa konotasi memiliki beberapa arti
yaitu 1) dalam bahasa sehari-hari, konotasi berarti kurang lebih sama dengan
asosiasi, 2) dalam penggunaan teknisnya, istilah konotasi mengacu kepada aspek
arti yang tidak didasarkan atas kondisi kebenaran (non-truth-conditional), dan
3) kadang kala istilah konotasi digunakan sebanding dengan istilah intensi.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa konotasi memiliki beberapa dimensi, yaitu 1) lebih luas dari arti sentral
dan arti utamanya, 2) merupakan arti tambahan yang diperoleh melalui asosiasi,
3) bersifat tambahan, subjektif, emotif, dan menggambarkan sikap penggunanya,
4) dilatarbelakangi oleh pengalaman, sehingga dapat dimiliki secara
bersama-sama oleh masyarakat pemakai bahasa atau hanya oleh seseorang dan
sekelompok orang. Arti konotasi sering disamakan dengan arti afektif dan arti
emotif.
Untuk membedakan arti konotatif dan denotatif, perlu
mempertimbangkan hubungan antara kata kuli, buruh, karyawan dan pekerja.
Empat kata tersebut memiliki arti denotatif yang kurang lebih sama. Akan
tetapi, kandungan nilai rasa yang melekat pada empat kata tersebut
berbeda-beda, sehingga kita merasa bahwa kata kuli lebih kasar daripada
kata buruh, kata buruh lebih kasar daripada kata karyawan,
dan karyawan lebih kasar daripada kata pekerja. Sebagai contoh
lain, dapat juga dipertimbangkan dalam kata anjing. kata anjing
memiliki konotasi negatif dalam bahasa indonesia. Karena konotasi negatif ini,
kita dapat menggunakan sebagai makian, dan dapat diartikan sebaliknya bahwa kata
yang dapat digunakan sebagai makian biasanya memiliki konotasi negatif. Nilai
rasa yang negati ini didapatkan dari asosiasi yang berulang dari kata makian
tersebut terhadap sesuatu hal yang secara moral dapat dikategorikan sebagai
buruk. Dalam terminologi islam, anjing adalah binatang yang mengandung najis,
bahkan najis yang terberat. Kebetulan, mayoritas penduduk Indonesia beragama
islam. Asosiasi anjing dengan najis tersebut menyebabkan nilai rasa kata anjing
dalam bahasa Indonesia menjadi buruk.
Makna
denotatif dan makna konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau
makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi makna denotatif ini
sebenarnya sama dengan makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna donotatif ‘sejenis binatang yang biasa diternakkan
untuk dimanfaatkan dagingnya’. Kata kurus
bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’.
Kata rombongan bermakna denotatif
‘sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan’.
Kalau denotatif mengacu pada makna asli atau makna
sebernanya dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain
yang “ditambahkan“ pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa
dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata babi pada contoh di atas, pada orang
islam atau dalam masyarakat islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa
atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata itu. Kata kurus juga pada contoh di atas
berkonotasi netral, artinya, tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan
(unfavorable). Tetapi kata ramping, yang
sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif, nilai
rasa yang mengenakkan; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata krempeng,
yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping itu , mempunyai
konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakan; orang akan merasa
tidak enak kalau dikatakan tubuhnya krempeng.
Dari contoh kurus, ramping, dan krempeng itu dapat
kita simpulkan, bahwa ketiga kata itu secara denotatif mempunyai makna yang
sama atau bersinonim, tetapi ketiganya memiliki konotasi yang tidak sama; kurus
berkonotasi netral, ramping berkonotasi positif, dan krempeng berkonotasi
negatif. Bagaimana dengan kata rombongan dan gerombolan? Manakah yang
berkonotasi positif dan mana pula yang berkonotasi negatif?
Berkenaan dengan masalah konotasi ini, satu hal yang
harus anda ingat adalah bahwa konotasi sebuah kata bisa berbeda antara
seseorang dengan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain, atau antara
masa dengan masa lain. Begitulah dengan kata babi di atas; berkonotasi negatif
bagi agama islam, tetapi tidak berkonotasi negatif bagi yang tidak beragama
islam. Sebelum zaman penjajahan jepang kata perempuan tidak berkonotasi
negatif, tetapi kini berkonotasi negatif.
Makna denotatif dan konotatif
Makna kata
wanita dan perempuan kesemuanya mengacu kepada referen atau acuannya di luar
bahasa, yaitu ‘orang yang berjenis kelamin feminim’. Keseluruhan komponen makna
yang dimiliki oleh sebuah kata disebut denotata.
Oleh karenanya, makna yang demikian disebut makna denotatif. Walaupun wanita dan perempuan memiliki makna denotatif yang sama, tetapi masing-masing
mempunyai nilai emotif yang berbeda. Nilai emotif di sini menyangkut nuansa
halus dan kasar. Nilai emotif yang terdapat pada suatu bentuk kebahasaan
disebut konotasi. Oleh karenanya,
wanita dan perempuan dikatakan memiliki makna konotatif yang berbeda. Kata wanita memiliki nuansa makna halus, sedangkan perempuan memiliki nuansa makna yang
(lebih) kasar. Contoh lain ialah kata suami
dan laki, istri dan bini, serta pramuwisma dan babu, dsb.
Untuk ini, dapat diperhatikan ketidakmungkinan penyulihan (3), (4), dan (5)
menjadi (6), (7), dan (8) berikut.
(3) para istri
karyawan pabrik itu akan beranjangsana ke pabrik tekstil.
(4) Ibu-ibu diharapkan hadir didampingi suami masing-masing.
(5) Dia mendapat penghargaan sebagai pramuwisma teladan.
(6) *Para bini
karyawan pabrik itu akan beranjangsana ke pabrik tekstil.
(7) Ibu-ibu diharapkan hadir didampingi laki masing-masing.
(8) Dia mendapat penghargaan sebagai babu teladan.
Makna
kognitif
Makna
kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang
menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna
kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya
dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pila pada
bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9).
Kridalaksana
(1993) dalam kamus linguistik, memberikan penjelasan bahwa makna kognitif (cognitive meaning) adalah aspek-aspek
makna satuan bahasa yang berhubungan dengan ciri-ciri dalam alam di luar bahasa
atau penalaran.
Makna
kognitif sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa
makna konotatif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif dan makna
kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lebih
secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dangan benda lain atau
peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau
perumpamaan.
Makna Konotatif dan Emotif
Makna kognitif dapat dibedakan dari makna
konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu hubungan antara kata dengan
acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata
(ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa; dan
hubungan antara kata (ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu yang bersifat
konotatif atau emotif.
Makna konotatif adalah makna yang muncul
dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut
ditambahkan komponen makna lain (Djajasudarma, 1993). Sementara krida laksan
(1993), memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna sebuah
atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul
atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Makna konotatif adalah makna lain yang
ditambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang
atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi, pada orang yang beragama islam
kata babi tersebut mempunyai konotasi
negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata tersebut.
Contoh lain, kata kurus, berkonotasi
netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata
ramping, yang bersinonim dengan kata kurus
memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakan, orang akan senang
bila dikatakan ramping. Begitu juga
dengan kata kerempeng, yang
bersinonim dengan kata kurus dan kata
ramping, mempunyai konotasi negatif,
nilai rasa yang tidak mengenakan, orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan
tubuhnya kerempeng.
Makna konotatif dapat
dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada bagian pertama bersifat
negative dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konatif muncul
sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang
didengar. Makna konatif atau emotif sangat luas dan tidak dapat diberikan
secara tepat. Makna konatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan
masyarakat yang diciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya,
dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan),
serta menjadi bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke
zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat insidental.
Makna emotif (bahasa inggris emotive meaning) adalah makna yang
melibatkan perasaan (pembicaraan dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah
yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang
menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan,
makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang
terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993).
Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan
bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang
sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda.
Makna emotif di dalam bahasa indonesia cenderung berbeda dengan makna
konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.
B.
Materi Denotasi dan Konotasi pada
Buku SMK Kelas XI dan Kelas XII
Makna kata adalah maksud suatu kata atau isi suatu
pembicaraan atau pikiran. Apabila hendak mencari makna suatu kata, dapat
dilakukan adalah memahami maksud dan mengenal karakter yang terkandung dalam
kata tersebut. Secara umum, makna suatu kata
dibedakan atas makna denotasi dan makna konotasi.
1. Denotasi
adalah makna kata atau kelompok kata yang sesuai dengan konsep awal, apa
adanya, dan tidak mengandung makna tambahan. Makna denotasi disebut juga makna
konseptual, makna lugas atau makna objektif. Contoh:
· Hitam
: warna gelap : Dompet hitamnya
tertinggal di kamar hotel.
· Besi : logam yang sangat keras :
Wilayah Kebun Raya Bogor
dikelilingi pagar besi.
2. Konotasi
adalah makna atau kata atau kelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau
pikiran sesorang. Konotasi sebenarnya merupakan makna yang telah mengalami
penambahan-penambahan, baik dari sikap sosial, lingkungan geografis, atau pun
dari faktor kesejarahan. Makna konotasi disebut juga makna kontekstual, kiasan
atau makna subjektif. Contoh:
· Hitam : hina, sengsara, berduka : Sejak
peristiwa itu, ia berhasil
keluar dari lembah hitam.
· Besi : gagah, perkasa : Semua orang
mengenalnya sebagai laki-
laki bertangan besi.
Makna denotatif adalah makna sebenarnya atau makna yang memang
sesuai dengan pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. kata makan
artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Dikunyah, dan ditelan. Arti kata makan
tersebut adalah makna denotatif. Makna denotatif juga disebut makna umum.
Makna konotatif ialah
bukan makna sebenarnya. Dengan kata lain, makna kias atau makna tambahan.
Contoh kata putih bisa bermakna suci atau tulus tapi juga
dapat bermakna menyerah atau polos.
Penggunaan kata
bermakna konotatif juga berkaitan dengan nilai rasa, baik nilai rasa rendah
maupun tinggi. Contoh kata gerombolan dan kumpulan secara
denotatif bermakna sama, yaitu kelompok manusia. Dua pasang kata tersebut
meskipun bermakna denotasi sama, namun secara konotasi mempunyai nilai rasa
yang berbeda. Kata gerombolan mempunyai nilai rasa yang rendah,
sedangkan kata kumpulan bernilai rasa tinggi. Jadi, kata gerombolan memiliki
nilai rasa yang lebih rendah bahkan berkonotasi negatif dari kata kumpulan.
Hal ini terbukti pada frasa gerombolan pengacau bukan kumpulan
pengacau.
Masih banyak kata yang
secara denotatif memiliki kesamaan arti, namun konotasinya berbeda dengan nilai
rasa. Beberapa kata bahkan dapat dikonotasikan secara negatif, misalnya kata kebijaksanaan.
Kata ini menurut arti yang sebenarnya adalah kelakuan atau tindakan arif dalam
mengahadapi suatu masalah. Tapi banyak penggunaan kata kebijaksanaan.
Yang menyeleweng dari arti yang sebenarnya. Kata kebijaksanaan dikonotasikan
dengan permintaan agar urusan dapat lancar. Hal yang sama terjadi juga pada
pemakaian kata pengertian. Dalam kalimat “pembagian kompor gas ini
memang tidak dipungut bayaran, tapi kami mohon pengertiannya,” kata
pengertian memiliki makna lain yaitu, minta imbalah walau sedikit dan
sebagainya.
Konotasi juga dapat
memberikan nilai rasa halus dan kasar. Untuk sekelompok masyarakat pemakai
bahasa tertentu, sebuah atau beberapa kata dapat bernilai rasa kasar, tapi pada
kelompok masyarakat lainnya dirasakan biasa saja atau wajar saja, misalnya
Laki-Bini untuk kalangan masyarakat melayu dianggap biasa, namun untuk kalangan
masyarakat intelek dianggap kasar.
C.
Analisis
Setelah mengetahui
deskripsi teoritis Denotasi dan
Konotasi dalam beberapa teori Semantik yang telah dipaparkan yaitu buku pertama
makyun subuki “semantik”, kedua buku “linguistik umum” karya abdul chaer,
ketiga buku “semantik teori dan analisis” karya muhammad rohmadi dan buku
terakhir “kebahasaan 1 (fonologi, morfologi dan semantik)” karya novi resmini.
Penjelasan tersebut sebagian besar sama yaitu pada intinya arti denotasi yaitu mengacu
pada makna asli atau makna sebernanya dari sebuah kata atau leksem yang belum
ditambahkan nilai rasa, maka makna konotatif adalah makna lain yang
“ditambahkan“ pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dan materi denotasi. Contohnya kata kurus,
ramping dan kerempeng sama-sama memiliki
kata yang mengandung denotatif, akan tetapi jika sudah dikaitkan dengan nilai
rasa yang dapat berubah menjadi konotasi. Kata kurus mempunyai nilai rasa yang
netral, ramping mempunyai nilai rasa yang positif akan tetapi kata krempeng menjadi
nilai rasa yang negatif. Dan contoh kontasi yang lainnya yaitu kata anjing dan babi,
pada orang islam atau dalam masyarakat islam mempunyai konotasi yang negatif, makna lain yang “ditambahkan“ pada
makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut, ada rasa atau perasaan yang tidak enak
bila mendengar kata itu. Sumber pertama
yaitu buku “semantik” karya makyun subuki sudah memaparkan penjelasan denotasi
dan konotasi secara terperinci dan sesuai, begitupun dengan sumber kedua dan
keempat dari pengertian penjelasannya sudah sesuai dengan buku yang lain dan
hampir sama penjelasannya, akan tetapi pada sumber yang ketiga dari
pengertiannya hanya memaparkan kata denotasi merupakan keseluruhan komponen
makna yang dimiliki, misal kata wanita dan perempuan , dari kata ini mempunyai
nilai emotif yang berbeda menyangkut nuansa halus dan kasar disebut konotasi,
jadi sumber yang keempat kurang rinci menjelaskannya.
Secara
garis besar materi yang disajikan di dalam buku mata pelajaran SMK Kelas XI dan kelas XII hampir sesuai dengan materi yang terdapat dalam buku semantik.
Yaitu buku kelas XI telah menjelaskan arti konotasi dan denotasi sesuai dengan
buku semantik yaitu denotasi makna kata atau kelompok kata
yang sesuai dengan konsep awal, apa adanya, dan tidak mengandung makna
tambahan. Makna denotasi disebut juga makna konseptual, makna lugas atau makna
objektif. Contohnya hitam (warna), sedangkan konotasi di dalam buku kelas XI
juga sudah sesuai dengan semantik yaitu Konotasi makna atau kata atau kelompok
kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran sesorang. Konotasi sebenarnya
merupakan makna yang telah mengalami penambahan-penambahan, baik dari sikap
sosial, lingkungan geografis, atau pun dari faktor kesejarahan. Contohnya hitam
(hina, sengsara, duka). Akan tetapi dalam buku pelajaran SMK kelas XI
konotasinya kurang dipaparkan lebih jelas, yang dijelaskan dan diberi contoh
masih berupa kiasan-kiasan saja tidak memaparkan contoh konotasi tentang nilai
rasa seperti dalam buku semantik.
Sedangkan di dalam buku SMK kelas XII masih dimasukkan pengertian denotatif itu
makna sebenarnya, contoh makan dan makna konotatif itu ialah bukan makna
sebenarnya, contoh putih (suci, tulus). Akan tetapi diberi penjelasan lebih
lanjut yaitu penggunaan kata bermakna konotatif juga berkaitan dengan nilai
rasa, sama seperti buku semantik. Dalam buku pelajaran SMK kelas XII ini juga
kurang dijelaskan secara terinci mengenai konotasi, dalam buku ini hanya
menjelaskan contoh konotasi yang sama seperti buku ketiga yaitu buku “semantik teori
dan analisis” karya Muhammad Rohmadi. Contoh
kata Pramuwiswa (nilai rasa halus) dan kata babu (nilai rasa kasar).
Dalam buku pelajaran SMK kelas XII juga mempelajari nilai konotasinya
dicampurkan dengan penjelasan ameliorasi (perubahan nilai arti ke arah positif)
dan peyorasi (perubahan nilai arti ke arah negatif), tetapi penjelasaannya
tidak dirincikan hanya sekadar pengertian dan contohnya saja sehingga dikhawatirkan
siswa SMK keliru. Berbeda dengan penjelasan di dalam buku semantik yang
penjelasan ameliorasi dan peyorasi di jelaskan secara rinci dan materinya juga
terpisah antara konotasi dandenotasi dengan ameliorasi dan peyorasi.
BAB
III
PENUTUP
· Kesimpulan
Denotasi
merupakan arti sentral atau inti, menghubungkan bentuk linguistik dengan
acuan objektifnya, dapat dijadikan dasar untuk membuat pernyataan yang benar
tentang dunia. Sedangkan konotasi merupakan lebih luas dari arti sentral dan
arti utamanya, merupakan arti tambahan
yang diperoleh melalui asosiasi, bersifat tambahan, subjektif, emotif, dan
menggambarkan sikap penggunanya, dilatarbelakangi oleh pengalaman, sehingga
dapat dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat pemakai bahasa atau hanya
oleh seseorang dan sekelompok orang.
Contoh : kata kurus, ramping dan krempeng merupakan
sama-sama kata denotasi, akan tetapi jika dikaitkan dengan nilai rasa kata-kata
tersebut berubah nilai rasa menjadi kata kurus mempunyai nilai rasa netral,
kata ramping menjadi nilai rasa yang positif dan kata krempeng menjadi nilai
rasa yang negatif. Contoh lain yaitu kata pramuwisma (nilai rasa halus) dan
kata babu (bernilai rasa kasar) tetapi dua kata tersebut mengandung arti kata
yang sama. Selain itu, kata anjing dan babi kata denotatif dapat menjadi kata
konotatif yaitu pada orang islam atau dalam masyarakat islam mempunyai konotasi
yang negatif, makna lain yang
“ditambahkan“ pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari
orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut, ada rasa atau
perasaan yang tidak enak bila mendengar kata itu.
· Ringkasan
hasil pembicara/ analisis (keseluruhan)
Secara
keseluruhan dari analisis keterkaitan buku semantik dengan buku mata pelajaran
bahasa indonesia di SMK kelas XI dan XII, yaitu hampir sama dan sudah cukup
sesuai, hanya saja dalam buku pelajaran ada yang masih menggunakan kata
denotasi yaitu kata yang sebenarnya dan kata konotasi kata yang tidak
sebenarnya. Dan pemaparan bagian konotasi di SMK kurang terperinci. Selain itu
sudah hampir sama dan sesuai dengan buku semantik yang diajarkan di Perguruan
Tinggi. Dalam buku pelajaran SMK kelas XII juga mempelajari nilai konotasinya
dicampurkan dengan penjelasan ameliorasi (perubahan nilai arti ke arah positif)
dan peyorasi (perubahan nilai arti ke arah negatif), tetapi penjelasaannya
tidak dirincikan hanya sekadar pengertian dan contohnya saja sehingga
dikhawatirkan siswa SMK keliru. Berbeda dengan penjelasan di dalam buku
semantik yang penjelasan ameliorasi dan peyorasi di jelaskan secara rinci dan
materinya juga terpisah antara konotasi dandenotasi dengan ameliorasi dan
peyorasi.
Muhammad Rohmadi, semantik teori dan
analisis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2008) h.15-16