Seorang saudagar kaya bernama
Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu,
Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan
lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke
Palembang.
Di tengah-tengah perjalanan,
rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin
Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai
Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok
itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh.
Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
Suatu hari Samad, anak buah
Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud
kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun
selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu
yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari
Sarang penyamun itu. Dan niatnya dibisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad
berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh
rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut
lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai
menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya
dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut,
Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dia walaupun dengan berat hati untuk
sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Setelah berhasil dan sukses
merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan
Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan
yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena encana mereka selalu
dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada
Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali
mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat
perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing
dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun
terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja,
yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah
hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang
yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun
bisa menyelamatkan diri.
Setelah Sanip meninggal dunia,
di sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa
parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa
kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati
melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat
luka-luka yang diderita oleh Medasing.
Awalnya Sayu sangat takut dengan
Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut pada Medasing
berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia sangat takut pada Medasing, sebab
bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing
sudah beberapa kali membunuh, termasuk mambunuh kedua Orangtuanya. Seluruh anak
buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.
Akan tetapi perasaan takut dan
benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia
memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia
mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri
tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing
sendiri memang mempunyai karakter yang pendiam. Selama ini Medasing memang
terkenal tidak suka bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja.
Namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab. Medasing suka
membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia
sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing
bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.
Dulu Medasing anak seorang
saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan
penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu.
Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut.
Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak
punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala
penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk
pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.
Jadi gerombolan perampok yang
dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya.
Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi
menjadi pimpinan perampok. Karena sejak kecil hidupnya di
dalam lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain
selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing
tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan
menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang
tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan
sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba
mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari
akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka
keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sampai di kota Pagar Alam, keduanya
langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut,
sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik
orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di
pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke
tempat Nyai Haji Andun.
Ternyata Nyai Haji Andun tidak
meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka
parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung
kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa
perampok. Nah, disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul
dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan
yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka.
Menyaksikan kenyataan itu hati
Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan
dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu
dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam
yang berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu. Sejak itu Medasing berubah total
hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja.
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari
tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya.
Suatu malam, ketika Haji Karim
sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu
rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah
Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya
sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang
lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu,
mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal
di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya
secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia
pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan
damai di kampung.